Papuma Beach

Barisan Pemimpin Masa Depan

"Tuang"

Pada secangkir kopi Selalu tertuang puisi Yang menyeduh bunyi Jauh di kedalaman hati Pernah dari bibir cangkir Terlahir bayi cerita      berdarah aksara sebesar nama Tersembur bak air mancur      berwajah subur selembab lumpur Sesekali dari ruap kopi Melayang spora peradaban     bersayap kenyataan bertulang perubahan Merebak ke seluruh sisi     berwarna pelangi secerah matahari Diam-diam ampas yang tersungkur di dasar cangkir Bersujud menundukkan badan Sembari menengadahkan tangan Sekaligus merebahkan...

"Garis Edar"

Siang beranjak pergi Mengemas senja di balik topi matahari Meski wajahnya letih tapi Terpancar rona berseri-seri Malam membuka diri Menggelar rapi selembar tikar sunyi Agar langit lekas menyelimuti mimpi Dan merangkul sembarang melodi tak bertepi Diam-diam seperti mati Terang-terangan tumbuh kemba...

"Purnama dan Gerhana"

Purnama dan gerhana Adalah dua museum purba    yang duduk bersila di angkasa      dan pintunya selalu terbuka Untuk kita ziarahi   atau      ia bertandang sendiri Terang-terangan atau diam-dia...

"Belum Sempat"

Lebaran tahun ini    datang terlalu dini Karena belum sempat haturkan diri    kepada malam yang diam-diam      mengemas gelap ke dalam    lengkung peci dan tasbih sunyi Lebaran tahun ini    datang terlalu pagi Rasanya belum sempat tabur kasturi    kepada senja yang tiba-tiba      menyimpan gairah pagi ke dalam    wadag parfum dan mekar bunga sekuntum Lebaran tahun ini    tiba begitu cepat Sebab belum sempat pilih baju    yang pernak-perniknya...

"Meja Panjang"

Sudah sekian musim kita tidak bermukim Entah aku yang terlampau dingin ataukah kau yang lupa arah angin Jauh sebelum detik ini      kita sama-sama melingkari hari      yang terpaku di dinding rindu Namun ketika masanya tiba      kita tak abai memasang mata      pada sudut lain sepanjang waktu Meja panjang pun meradang berang Empat kakinya legam terpanggang Kursi di depannya meronta-ronta Menyulap ruangan menjadi tungku menyala Meja panjang menguap menjadi gundukan awan    ...

"Satu Tiga"

Bening gelas kaca di depan retinamu    masih bisa kau tangkap sesukamu    pun sebagaimana mestinya Sementara titik yang segaris sudut matamu    hanya bisa kau kira-kira    pun belum tentu akan sama Namun mutiara di belakang kepalamu    Tiada sedikit pun terbaca     terlebih jika tak ada cermin     pun jika tak ada isyarat dari yang    lain Ketiganya seperti satu; bagi yang punya mata berbeda bagi yang pura-pura buta bagi yang hanya dengan sebelah terbuka Juga bagi...

"Jarak"

Jarak dua tiga bintang di angkasa    masih dapat dibaca dan dikira-kira    pun hanya terukur terhadap cahaya Namun sejauh itu pun    masih tak lebih jauh dari celah    dua bibir yang mengatup-menganga sepanjang masa Jarak dua tiga zarah di sekitar kita     masih bisa diziarahi dan diprediksi     pun hanya tertentu dengan teorema, lensa, dan data Namun sejauh itu pun     masih tak lebih jauh dari jeda     antara dua kepala yang terbuka dan bersenggama sepanjang kala Ia...

"Rembulan di Punggung Desa"

Senja kala di pematang sawah. Mengintip dari balik ilalang. Gadis desa pulang memikul galah. Menghadap malam yang menghimpun remah. Kilau cahaya menerpa telaga. Terpental ke dalam gubuk tua. Sehingga wajah desa tergambar segera. Seperti jejak tinta sedemikian rupa. Menjelang dini hari, gardu di pinggir jalan bernyanyi. Tua muda pria wanita berbagi hati, merangkai sepi menjadi puisi. Rembulan di punggung desa merangkak memalingkan muka, tenggelam ke dalam telaga cahaya. Gairahnya menghangatkan keringat ikan dan terumbu karang. Yang mengkristal...

"Poster Wajahmu"

Selintas pandang di seberang jalan wajahmu masih terpasang. Memancar sinar, mengundang. Entah, sampai kapan mampu bertahan menghuni papan tambatan dalam kesendirian. Menjelang tanggal; aneka momentum bertandang bayang panjang seliweran menjuru sarang memburu bidak-bidak tunggal agar geming tak kenal kata tertinggal. Burung-burung berdendang. Butir embun bergegas pulang mengemas malam dalam kardus siang. Hangatnya terngiang-ngiang. Menyusup pori-pori, menyusun belulang. Tanggal telah tanggal gugur ke dalam pangkuan. Wajahmu yang tipis ditarik-turunkan,...

"Nisan Angka"

"Jangan pernah ragukan kami", tegas Angka di hadapan jutaan kepala. Yang bergeming seperti sebuah arca. Setelah kalimat terakhir ini, angka-angka berlaku sebagai candu. Memasuki jaringan tepi dan sum-sum mimpi. Merasuki apa pun yang ia mau. Angka telah berkuasa. Hingga meracuni siapa saja dengan sembarang cara. Angka mengatur apa saja bahkan mengukur siapa saja. Dari yang terdalam hingga terluar. Dari yang kasat mata hingga titik buta. Dari yang dekat hingga jauh amat. Angka-angka telah berkuasa. Ia bercampur debu waktu. Menempel tanpa ragu.  ...

"Tali Baru"

Tali di lingkar kepalamu Terpaku bagaikan sebuah tugu Yang termangu merapal waktu Menunggu kafilah datang bertamu Ia terikat Begitu erat Tapi tak menjerat Puncaknya menyundul awan Hingga menggundul langit berkabut Lingkarnya mengitari titik rawan Membentuk tarian ritmis paling lembut Ia mengikat Begitu hangat Tapi tak menyengat Sebelum petang tiba      Ikat itu masih baru Seperti sedia kala      Entah bagaimana dengan kau Sebelum pagi pergi      Ikat itu tetap di situ Seperti pertama kali  ...

"Surat dari Buku"

Salamku kepadamu. Bagimu yang berbuku-buku Bagimu yang mengeram sumbu Bagimu yang memeram tabu Bagimu yang mendekam kaku Untukmu yang berpacu melepas beku Untukmu yang sedang melawan bisu Kepadamu yang menjadi dirimu Kepadamu yang hanya untukmu Hormatku kepadamu, sebelum diriku, satu persatu kembali bersatu Menutup buku Semoga engkau tak seperti ak...

"Rumus Fi"

Bayangku berkubang tergenang kenangan. Padahal segenap badan telah tumbuh dan berkembang. Merayakan hari depan. * Tubuhku pongah terpasung dinding berbayang-bayang. Padahal seluruh jiwa telah tegak berdiri dan kerap berlari. Demi menghidupkan mimpi dan mengakarkan diri. * Namaku memiliki jantung. Tergantung dari lakon ke lakon. Bergelantungan dari titik ke titik, dari satu ufuk ke ufuk lain. Padahal sepenuh hati telah berjuang bagaimana semestinya. Supaya menjadi seutuhnya. * Rumus Fi mencipta jalinan bersilang dan bersalin saling menentukan saling...

"Catatan"

Catatan itu seperti terpahat sendiri pada bahu waktu. Meruang. Meraung. Mengungkap. Menangkap. Menganggap. Mengurai dirinya sendiri. Bagai seorang bayi merangkak. Duduk. Berdiri. Melangkah. Berlari. Berhenti. Catatan itu masih di sini meski berulang kali ada yang hidup dan mati. Sampai nanti....

"Kantung Hujan"

Ternyata ada kantung hujan di bawah rindang matamu. Sepertinya cukup tuk mengguyur kemarau di hatimu. Pun dapat menghanyutkan gemerlap taburan bunga di wajahmu. Kantung hujan masih mengandung dan menggantung. Menunggu ka...

"Malam-malam"

Malam ini tak seperti malam sebelumnya. Begitu cerah, begitu pasrah. Malam ini tak serupa malam sebelumnya. Begitu tenang, begitu menang. Malam ini tak senada malam sebelumnya. Begitu buas, begitu waswas. Malam ini tak setara malam sebelumnya. Begitu halus, begitu mulus. Malam ini tak setingkat malam sebelumnya. Begitu cepat, begitu singkat. Malam ini tak selevel malam sebelumnya. Begitu sintal, begitu kental Malam ini bermalam pada kamar itu yang siap-siap mengantarnya bercumbu menjadi sa...

"Teror"

Teror mendekor ketakutan. Menelurkan cemas. Menetaskan ganas. Menumbuhkan panas. Diam-diam. Pelan-pelan. Ia terlahir laksana bayi benalu yang lupa siapa ibu dan ayahnya. Ia dibesarkan oleh pengasuh,    yang hanya kenal dirinya    yang hanya kenal bajunya    yang hanya kenal mainannya    yang hanya kenal sudut kamarnya    yang hanya kenal nganga rumahya. Sehingga ia hanya mirip dengannya. Orang di luar sana terlihat aneh baginya, bahkan tak senada butir-butir yang dipangku kepalanya. Ia buang herannya...

"Langit Malam"

Awan-awan di langit malamku berselimut kabut, abu-abu. Meskipun begitu, masih tak semeriah hamparan biru di langit gundahku....

"Aku dan Rela"

Aku rela ditelan rindu. Asal kau ada di situ. Aku rela dihantam pelukan. Asal kau jauh dari kecurigaan dan kebencian. Aku rela diusung nasib. Asal kau belum raib. Aku rela dihunjam hasrat. Asal kau peluk dalam nikmat. Aku rela dijerat ragu. Asal kau genggam erat aku. Aku rela dicumbu candu. Asal kau tiadakan aku. Asal kau tahu. Aku sedang yakinkan diriku. Bahwa kau selalu tahu. ...

"Tanda Baca"

Aku merentangkan kalian sampai titik tertentu. Supaya mudah terbaca. Supaya bisa mengenal rindu, sebab tanpaku, kalian hanyalah satu yakni barisan bertumpu. Aku seperti pembeda, karena sejatinya tersusun dari anasir yang tidak sama. Hadirku bukan untuk meniadakan, bukan pula untuk mengaburkan. Namun sebagai pelita bagi kegelapan. Aku adalah belantara tanda;   yang dapat kauungkap   yang dapat kautangkap   yang dapat kauanggap. Asalkan dirimu selalu terbuka mendarasnya sepenuh yang kaupunya. Sebagian kita menepuk dada di atas mimbar...

"Ah"

Ah, apa yang keluar dari diriku adalah dunia kosong sedang, dunia yang bebas dariku adalah wujud dunia hampa. Di luar daripada keduanya adalah dunia yang menyatu di luar batasku. dan, sela antara keduanya adalah dunia yang sama sekali tak kujangkau Ah ...

"Baju Baru"

Esok aku akan mengembara ke bilik-bilik dadamu sebelum meliuk-liuk mengikuti lekuk tubuhmu yang telah layu ditinggal pergi oleh sejumlah tamu. Tepat di tanggal itu kuharap umurmu belum tanggal sebab akan kubawakan baju baru buat menutupi nganga masa lalu di sekujur tubuhm...

"Ingat?"

Kekasih, bukankah selalu ada Aku dalam pengakuan? bukankah selalu ada Anda dalam pandang? bukankah selalu ada Dia dalam diam? Lalu, kenapa kau meluapkan kealpaan? Lalu, kenapa mereka menapikan ketiadaan? Lalu, kenapa kita melupakan kehadiran? Bukankah ... Lalu ... Berlalu ... Ingat ....

"Kendali"

Barangkali suara yang sampai padamu kala itu hanya kauanggap angin lalu. Sebab kau lebih memilih api meski kelak pasti membakar tuannya sendiri. Padahal akan jauh lebih berseri, jauh lebih syahdu. Menangkap isyarat sanubari, yang sungguh mampu mengungkap berjuta-juta misteri. Tapi, pilihanmu mesti kuhargai, mesti kupayungi. Karena kau jauh lebih mengerti betapa rawannya lepas kendali, betapa gawatnya mati tanpa arti....

"Pahitmu: Aku"

Mari seduh duniamu, racik di ceruk batinmu; tuangkan pelan-pelan kristal jiwamu, tambahkan bubuk nalurimu, lumuri dengan sebagian samudera sukmamu. Lalu, hirup dalam-dalam dengan karsamu. Cecap dengan ujung karyamu. Teguk hingga ke dalam palungmu. Akhirnya, pekatmu adalah satu, hitammu adalah rindu, dan, pahitmu adalah ak...

"Sandaran"

Entah kenapa kau tiba-tiba ingin bersandar pada senja yang muncul sekejap mata Padahal bahuku terus terbuka untuk kausinggahi kapan saja Bukannya aku cemburu, kekasih Tapi nadiku berdegup malu-malu menunggu kaucumbu karena sudah tak terhitung berapa kali siang-petang muncul-tenggelam berulang-ulang Asal kautahu bahuku seperti dulu meski tahu akhirnya layu...

"Mata, Tuan dan Puan"

Ada tuan-tuan bermain mata Ada mata-mata bermain tuan Ada puan memindah tuan Ada tuan mengindah puan Mataku hilang tuanku datang Tuanku pulang mataku hilang Tuanku garang memata-mataiku Mataku girang menuan-nuankanku Tuan menjadi teman mataku Mata menjadi teman tuanku Mata tuan merubah temanku Teman tuan menabuh mataku Namun tanpa mereka mata-mata kekurangan mata tuan-tuan kehilangan tuan puan-puan kepunahan puan Sedang dari sini, mereka adalah seri titik-titik seperti rasi...

"Jangkrik"

Suaramu kala itu tak semerdu nyanyian jangkrik di balik panggung sunyi yang pernah membasuh keruhku kembali murni Tapi, suaramu tetap lah bunyi yang pernah mendiami gendangku yang sewaktu-waktu dapat kuulangi terlebih lagi ketika ganjil dan san...

"Nasib Viral"

Nasib di antara dua dunia. Belakangan, si viral mendulang tenar. Gaungnya hendak melangkahi semar. Walaupun terdengar samar-samar, namun berlapis-lapis pula yang gemar. Aneh. Tapi lumrah. Hampir setiap saat, Ia melompat secepat kilat jungkir balik bolak-balik. Lagi dan lagi. Seakan dunia kian menyempit. Seakan tuannya turut terbalik. Berlabuh jauh. Teramat jauh. Menatap diri. Ia pun terheran-heran. Padahal ia tak pernah turun tangan apalagi memainkan peran. Tetapi namanya terus terombang-ambing dalam ingatan. Bagaikan perahu di tengah tarian...

"Panggilan"

Suara panggilan datang. Separuh bulan memandang, dan awan riang mengundang. Menggiring dekapan memasuki gerbang. Pulang ke dalam pelukan....

"Bara dan Kapas"

Berkepal-kepal kapas jingga di langit Tak sepadan senja di langit-langit kalbumu, kekasih Tetapi segumpal debu di gurun batinmu Selaksa bara yang berapi-api Tiada sepi, tiada t...

"Kandung"

Kau ibarat mendung. Terbendung. Mengandung. Berduyung-duyung. Menimang indung. Meminang tudung....

"Garis Hidup"

Di hadapan buku     Kita hanya bisa berkubu Di depan yang baku     Kita hanya bisa mendaku Di dalam tubuh bambu     Kita hanya lapis berbuku Di tengah ladang rambu     Kita hanya baris bersumbu Di urutan daftar laku     Kita hanya lembar berlaku Di antara jalur laku     Kita hanya penumpang laju Akhirnya terhambur Terkubur berkabur baur lantas lebur...

"Laku"

Bila laku sebagai muara lakumu Maka kau kan meramu Keras tebu bertabur tabu atau, Pahit tabu berpupur tebu Tentunya, hanya kau yang berlaku hanya laku yang berl...

"Tinta tentang Kita"

Satu hal perlu kauingat Pagi sudah lewat untuk tinta mendekat, pun berkarat dalam lekat Maka kita harus bergegas mengejar langkahnya Sebelum tergilas habis oleh sapuan masa...

"Selapang Dada"

Dada, tak sekedar berongga Segalanya tercermin darinya Kadang merupa gulita Kadang pula meraga pelita...

"Cerita Basah"

Di antara awan yang bergumul dan angin yang menggiring judul Aku muncul sebagai teduh Bagi hamparan tandus yang haus peluh Dengan rendah hati kuceritakan seberkas mimpi untuk sebagian penghuni Melalui pawai pelangi meski tak aba...

"Jumat Agung"

Ketika hari yang agung datang berkunjung Kuharap bisa menyelam ke dalam terang bahkan tenggelam, jauh lebih dal...

"Petualangan Malam"

Sepotong rembulan merangkak perlahan, bertualang merenungkan jejak malam Sebelum tapak terang datang bertandang...

"Malam Pengantin"

Sayap-sayap jiwaku meruntut lekuk tubuhmu yang pernah kucumbu Di bawah kubah malam seribu bulan...

"Enigma"

Aku teka-teki Kau misteri Namun kita adalah sandi Pembentuk mata rantai Yang terhubung oleh sendi-sendi...

"Purnama"

Tepat di atas kening Purnama bergeming Menghimpun kenang Ke dalam sarang...

"Nyala Puisi"

Mari nyalakan puisi Sebagai lentera bunyi Serupa matahari...

"Suara Pinggiran"

Dari ruang sempit Berbentuk segi empat Kudengar suara-suara tersekat, berat. Suara luka kebencian Suara duka ketimpangan Suara lara kebodohan Suara lega keangkuhan Suara tega penindasan Sepi. Tegang-renggang Beresonansi. Berdengung terngiang. Datang. Suara getir kemalangan Suara getar kekuasaan Suara sayu kepura-puraan Suara pilu kerakusan Suara palu perselingkuhan Suara saru penggusuran Hilang. Datar-tegar. Bergelombang. Berdendang terbang Entah suara apa lagi Harus kuakui Tak semua mampu kukenali Ketika bait ini kurangkai Suara itu belum...

"Sang Pena"

Aku adalah sang pena Tintaku seluas samudera Dari hari ke hari Setitik sepintas lintas Menetes. Menetas bayi dunia Meretas nyata, membingkai Seperti dirinya Dalam rahim masa Ia diasuh diasih diasah Hingga tumbuh dewasa, menua Menjadi cakrawala. Aku adalah sang pena Titik di mana asal bermula Puncak segala usul bermuara...

"Hujan Hatiku"

Hujan terjatuh Rindu berlabuh Tanah bersimpuh Dada berteduh Pelangi bersimfoni Harmoni bersemi Pelita melingkupi Hati melengk...

"Kau dan Lumpur"

Suara burung itu membawaku Pada raut wajahmu Yang dirias lumpur Ketika senyummu lebur Bersama benih subur yang kau kubur...

"Paru-paru pagi"

Paru-paru pagi Kembang kempis Selaras seirama Melambungkan mimpi-mimpi Para penghuni bumi Paru-paru pagi Berdenyut seperti nadi Hampir setiap ha...

"Hadir"

Ketika bersamaku Jangan sekali-kali Mencari di luar diriku Sebab bagiku Hadirmu adalah kulminasi Seperti angka sa...

"Hanya ingin..."

Entah kenapa aku hanya ingin bertemu Sekadar sambung ragu agar beregu Sekadar sambang rindu agar berpadu Daripada sumbang jemu Tapi tak kunjung kau jamu Padahal hanya ingin bertemu Hanya ingin Hanya ingin Kau...

"Rindu Yang Pulang"

Sudah larut malam Saatnya rindu pulang Memangkas jarak yang terbentang Menjadi sebuah kealpaan...

Tumpukan Terakhir

Hidup di atas kasur plastik sisa pesta keluarga mapan adalah hal biasa bagiku. Hidup sebatang kara di tengah rerimbun sampah sudah bukan hal yang asing bagi diriku. Aku yang telah terbiasa mengais botol, kertas dan remah-remah yang menumpuk di belakang rumah plat merah itu untuk menukarkannya dengan sebotol air dan sebungkus nasi. Selebihnya saya peroleh dengan mengambil bekas makan orang-orang yang ditinggalkan di atas meja kedai pojok.  Menjelang fajar, saya berangkat hanya bermodalkan goni sebagai wadah penampung harapan yang tercecer....

"Dunia Mimpi"

Ketika terbangun Sebagian hidupku tersingkir Oleh dekapan mimpi Yang tertinggal di balik bantal Padahal Ingin kuulangi Bagian per bagian yang kukehendaki Namun memori bagai terkunci Menolak untuk kembali Entah,    Memoriku yang tak kuasa    Mengangkat tanda-tanda Ataukah,    Ingatanku memang sengaja    Menyimpan milyaran bahasa Ketika aku kembali    Duniaku telah lari    Mimpiku telah rapi Dibungkus sun...

"Menghadap Kopi"

Bila kopinya datang Jangan lupa haturkan kalam Agar pahitnya tenang Memelukmu dari dalam Ketika kopinya tandas Sebelum bergegas Jangan lupa haturkan pesan Sebentuk pujian Kepada pemilik kenikmatan Sampai jumpa lagi....

"Terbawa Mimpi"

Baru kusadari Setelah sekian kali mentari menepi Hati ini masih sepi Lenyap terbawa mimpi...

"Segera"

Asal kau tahu Awan di langit dadaku bergemuruh Berkilat petir, menyambar Ujung mahkotamu yang ragu Akan kedatanganku Bergegaslah buka jendelamu Sebelum semuanya berla...

"Warta Alam"

Air Api Angin Tebing Gelombang, dan Gejala alam tak selalu terkendali Bergerak dengan bahasanya sendiri Mencari keseimbangan d...

"Suatu Malam.."

Bagaimana mungkin Mengutuk malam yang diam-diam Merapikan kenangan Pada kantung-kantung ingatan Bagaimana mungkin Menghujat malam yang diam-diam Membasuh keletihan Pada tikar keterlelapan Iya, bagaimana mungkin Mengumpat malam yang diam-diam Menata kekhusukan Pada alas penghambaan Dan, bagaimana mungkin Menghina malam yang diam-diam Mengatur kesungguhan Para penghuni dan pegiat malam Suatu malam Dalam diam Sebelum terbenam...

"Konser Hujan"

Rintik hujan mengetuk atap Melantunkan bait-bait hangat Bagai orkestra bunyi Pada panggung harmoni Rintik hujan itu Terjatuh lalu Berlabuh dari hulu ke hilir Menghantarkan pesan tersembunyi Ketika kita asyik menikmati Meresapi dengan segenap hati...

"Hujan dan Rindu"

Hujan menimang rindu Rindu meminang waktu Keduanya menyatu Menjadi kamu Itulah yang kutahu...

"Ritual Kopi"

Kopi tak peduli pada tamu yang menghampiri Entah sekedar dinikmati Dihindari maupun dijiwai Sebab Ia telah merelakan diri Dalam sebuah meditasi Ia tak pernah mencaci maki Menikam sesuka hati Apalagi memuja diri Sebab sunyi dan mencecapi adalah ritual suci Yang tak pantas 'tuk dikotori Tapi kopi sadar diri Betapa segala bisa terjadi Di kemudian har...

"Ah, Ternyata"

Ternyata Rembulan punya sisi gelap Yang berlindung Di balik gemilang cahaya Dan ternyata Awan berwajah muram Menimang kesuburan Dalam rahim hujan Ah, ternyata Sisi mengemban isi Isi mendekap sisi Ah, ternyata Keduanya laksana teka-te...

"Romantika Pekat"

Tempelkan bibirmu    Pada bibirku Kemudian Tinggalkan jejakku    Pada hatimu Agar kau tahu Betapa dalamnya diriku Rekatkan hasratmu    Pada pahitku Kemudian Derapkan tekadmu    Pada pekatku Agar kau mengerti Betapa indahnya menjadi murni Romantika pekat Terlarut Dalam hakikat...

"Museum Tua"

Museum tua Di sudut desa Membeku Menanti dikubur waktu...

"Mengejar Angka"

Dunia terbagi ke dalam angka Angka-angka menjadi rebutan Merasuki kehidupan sang aktor utama: manusia Angka telah berkuasa Berhasil meracuni aktor utama Dengan berbagai cara Angka mengatur apa saja Bahkan mengukur siapa saja Dari yang terdalam hingga terluar    Tak lepas dari persoalan angka Dari yang tampak hingga yang metafisik    Tak terabaikan oleh angka Dari yang terdekat hingga terjauh    Tak bebas dari kacamata angka Angka-angka telah berkuasa Lalu bercampur debu waktu Menempel tanpa ragu Tak peduli belia...

"Beranda Kita"

Di balik tenangnya kopi Tertulis kisah terperi    Tentang rasa yang dijaga    Tentang janji yang dibina    Tentang makna yang ditata    Tentang citra yang diungkap indera Hingga terbaring di dasar rasa Akhirnya kita menjauhi beranda Dengan warna yang terlukis di dada Dan corak yang terpola di kepala Entah bagaimana selanjutnya Ingatlah! kawan Beranda ini jadi saksi Akan semua yang terja...

"Gus Dur dan Seorang Pengembara"

Kala hari sedang terik Seorang pengembara bernyanyi asyik Berarak epik bernada apik Di tengah rimba dia berjumpa gus dur: Hai kisanak! Hendak ke manakah paduka beranjak? Pakaianmu kumal tak seperti artis terkenal Wajahmu asing bagai turis keliling Bawaanmu sedikit seperti orang pelit Persis nasib rakyat yang terjepit Oleh harga yang melangit Atau kau memang sengaja tidak mau terlena Apakah kau seorang pengelana? Sepertinya jejakmu ada di mana-mana Namun namamu sunyi dari berita Rupanya kau tak peduli citra Padahal banyak yang mencarinya Entah...