Papuma Beach

Barisan Pemimpin Masa Depan

HIMASKA "Helium"

Khotmil Qur'an dan Tumpengan

Kelas A 2008

Jalan-jalan ke Candi Badut+makan bareng

Perpisahan Kelas

Foto bareng di depan Fakultas Saintek

Kelas B-4 PKPBA

Kuliah PKPBA di depan Rektorat

Keluarga Besar Heler

Mandi Bareng di Penumpasan

Muktadi Amri Assiddiqi

Narsis Rumah Jorogrand

Pramusta Bapewil IV Ikahimki

Upgreding Bapewil IV Ikahimki di Pantai Papuma

"Sowan ke Rumah Sendiri"

Apalah hamba di belantara semesta
Ketika hanya dilihat dari satu sudut
Padahal sisi lain pantas dirunut

Siapalah daku di rimba dunia
Ketika hanya dipandang sebelah mata
Padahal indera tak cuma satu

Mulai membuka diri
Dari tabir yang menyelimuti

Kenapa saya dikira begini
Kalau sekedar terpaut atribusi, juga teori
Padahal tak segalanya dapat terkira

Bagaimana pula diri mengaku sejati
Kalau bertolak melawan yang hakiki
Lantaran seringkali luput diri

Tabir hilang seketika
Dalam taman kilauan cahaya...

"Berebut Nomor Urut"

cuit... ciii.. cucuit..
sorak sorai bergemuruh
terpental dari dinding yang tersentuh
ketika paslonnya meracik teluh
di hadapan sayap yang tengah bertaruh

tuh, ini calonku, pantas peroleh nomor satu
   sembari menepuk dada dengan bangga
nah, itu calonku, cocok pegang nomor dua
   sembari memberi hormat dengan tunduk kepala
wah, dia calonku, tepat sekali dengan nomor tiga
   sembari menyampaikan salam dengan tepuk tangan

hore.. rehore.. horere
   calonku yang bakal menang
   suaranya pasti melampaui perhitungan
ya ding.. eh dong.. dung
   calonku tak mungkin kalah
   pemilihnya pasti melebihi perkiraan
duh.. aduh.. aduduh
   calonku tidak akan dapat diimbangi
   pencoblosnya pasti jauh di atas harapan

nomor urut... oh.. nomor urutku
kau memang cukup hebat
bikin urat kepala enggan mengkerut
bikin semangat cepat melesat
bikin hasrat dapat menjerat
bikin tenang kan menjadi berang
bikin awalnya rekat kembali bersekat
bikin yang lumpuh kan segera pulih

Di sisi lain sang calon terus memasang badan
memainkan peran
meneruskan percaturan
hingga samar-samar mana peran
dan
mana kenyataan

Sementara angka-angka mulai berbicara
dengan berlaksa tanda yang terbaca
dengan bahasa yang mudah diterka
hingga beragam tafsir bebas berkelana
hingga beraneka cara bebas mengembara
di antara kepastian yang tak kunjung tiba

Dan sampai pada akhirnya
ditebas oleh sebilah waktu
yang seringkali tak pandang bulu




"Jamuan Literasi"

Tatkala mentari menyingsingkan lengan
Kita bersila bersama di tengah sepetak ruangan
Menikmati nyanyian kerabat suara yang didendangkan
Sembari mencicip jajanan lokal yang disuguhkan

Tak terasa nasib literasi sedang diperbincangkan
Tak terasa masa depan literasi tengah didiskusikan
Dan tak terasa harapan literasi telah digoreskan

Hingga literasi membumi
Dan tak terpaut di awan tinggi

Di tengah ruangan itu
Melodi dan puisi bersatu dalam lagu
Seakan enggan dikoyak-koyak waktu

Di balik tembok itu
Aksara dan angka asyik bertemu
Seakan enggan dituduh tak padu

Wahai literasi
Hiduplah terus hingga nanti
Jangan sampai kau mati

"Negeri Lapor"

Negeriku, negeri lapor
Orang-orang bebas melapor
Lapor ah lapor bagai hujan meteor
Lapor ah lapor bagai perang teror

Negeriku, negeri lapor
Semangat pelapor membara seperti kompor
Sontak terlapor merasa kena bakar
Sehingga tutur kotor pun terlempar
Sebab jelaga di dada terlampau berkobar

Negeriku, ya negeri lapor
Setumpuk laporan mengantri di meja kantor
Sederet nama pun mendadak tersohor
Seakan bias ujaran menjadi virus menular
Dan merusak akar mengikis akur

Lapor eh lapor
Karamnya jamuan berpikir
Lapor eh lapor
Kandasnya hidangan berkelakar

Andai namanya berganti negeri tak lapor
Pasti lapor tak jadi rekor
Sebab akan butuh banyak rakor
Sebab nantinya tambah molor
Sebab bakal bikin tekor

Negeriku, memang negeri lapor