Mengintip dari balik ilalang.
Gadis desa pulang memikul galah.
Menghadap malam yang menghimpun remah.
Kilau cahaya menerpa telaga.
Terpental ke dalam gubuk tua.
Sehingga wajah desa tergambar segera.
Seperti jejak tinta sedemikian rupa.
Menjelang dini hari,
gardu di pinggir jalan bernyanyi.
Tua muda pria wanita berbagi hati,
merangkai sepi menjadi puisi.
Rembulan di punggung desa
merangkak memalingkan muka,
tenggelam ke dalam telaga cahaya.
Gairahnya menghangatkan keringat ikan dan terumbu karang.
Yang mengkristal menjadi darah, urat dan tulang.
Rembulan di punggung desa:
selalu tabah memugar diri
selalu tegar memikul matahari
selalu tulus mengkremasi mimpi
Dan pagi pun lahir sebagai pagi
yang berdiri di atas kaki sendiri
selama rembulan melanjutkan semadi
Rembulan di punggung desa
muncul terbenam berbulan-bulan
Seperti pungguk merindukan bulan