Papuma Beach

Barisan Pemimpin Masa Depan

HIMASKA "Helium"

Khotmil Qur'an dan Tumpengan

Kelas A 2008

Jalan-jalan ke Candi Badut+makan bareng

Perpisahan Kelas

Foto bareng di depan Fakultas Saintek

Kelas B-4 PKPBA

Kuliah PKPBA di depan Rektorat

Keluarga Besar Heler

Mandi Bareng di Penumpasan

Muktadi Amri Assiddiqi

Narsis Rumah Jorogrand

Pramusta Bapewil IV Ikahimki

Upgreding Bapewil IV Ikahimki di Pantai Papuma

"Kampung Halaman"

Halaman pertama:
Duduk bersama

Halaman kedua:
Duduk bersama melingkari waktu

Halaman ketiga:
Duduk bersama melingkari waktu sembari menghafal rindu

Halaman keempat:
Duduk bersama melingkari rindu sembari merapal waktu

Halaman kelima:
Duduk bersama bersama-sama memeluk satu

Halaman keenam:
Kembali bersatu

Halaman terakhir:
Kembali

Tenda Biru, 13 Desember 2019

"Pisau Dapur"

Dalam mimpiku yang damai, setelah datang suara lirih ibu. Diam-diam pisau yang kubungkus itu mengiris jemarinya. Darah mengucur bak air mancur. Kemudian diikat dengan plastik bekas bungkus infusku. Tiba-tiba ketika terbangun, tangannya sudah terbalut kasa dengan wajah pucat pasi. Persis seperti aku yang tersentak ketika berdiri di hadapan cermin depan kasur. Ternyata jari dan dadaku penuh dengan sayatan.

Tenda Biru, 13-08-2019

"Pakaian"

Pakaian kebesaranku dijahit oleh ibu dari urat tangannya. Warnanya yang merah merona dan penuh corak adalah bekas darahnya yang terserap. Baju itu hanya kupakai ketika momen-momen yang menentukan. Mulai dari pekerjaan dinas sampai perjalanan atas nama dinas. Mulai dari tugas ngurusin kantong sampai ngurasin kantor. Mulai dari peletakan batu pertama proyek untuk fasilitas umum sampai pengerukan batu sungai sebagai penghias taman pribadi. Mulai dari kumpul keluarga sampai pesta ria dengan mitra. Mulai dari perumusan regulasi sampai pemulusan reputasi.

Pakaian itu kini telah mengecil. Entah karena aku yang kian membesar atau sebaliknya. Waktu reuni keluarga kubisikkan ke ibu bahwa pakaian kebesaranku sudah tidak muat lagi di tubuhku. Ibu menjawab kalau baju cadangan sudah dibuatkan jauh hari dan nanti diambil usai acara. Ternyata di dalam kresek berwarna hitam itu pesananku dikemas dengan rapi persis seperti kado buat pejabat tinggi. Karena malu dengan pakaian yang sedang kupakai, aku bergegas menggantinya. Pakaian itu tak seperti pakaian kebesaran karena membuatku merasa lebih kecil darinya. Ketika aku kembali ke tengah perjamuan, sebagian besar berdecak kagum. Tetapi jauh di dalam diriku aku merasa sedang dikecilkan. Bahkan dikucilkan. Ibuku hanya tersenyum. Seperti pertama kali melihatku kala melahirkanku.


Tenda Biru, 17-08-2019

"Telepon"

Telepon genggam yang kupegang sekarang adalah hadiah dari ibu karena aku jadi juara kelas. Meski terbilang jadul dan tidak keren tapi masih berfungsi dengan baik. Suatu hari telepon butut itu kuganti dengan yang paling baru dan canggih. Uang dari hasil diplomasi dengan ibu. Dengan telepon baru itu aku bisa mengakses segala informasi. Mulai dari yang biasa-biasa hingga yang aneh-aneh. Rasanya aku menjadi lebih canggih dari yang lain. Mulai dari bangun tidur sampai tidur, telepon itu selalu disampingku. Aku sangat bahagia dan merasa tidak kesepian lagi. Ada atau tidak orang lain di sekitarku aku tetap berselancar dan bercengkerama dengannya. Ia adalah makhluk terbaik bagiku. Ia selalu ada untukku, dan aku selalu sedia untuknya. Aku tidak peduli siapa-siapa lagi. Aku hanya ingin menjadi dia, dan dia menjadi aku. Tetapi ketika ibu meneleponku dan mengatakan kalau itu bukan suaraku. Akupun tercengang padahal aku sudah baru. 

Tenda Biru, 14-08-2019

"Koran"

Seorang anak kecil terbaring kaku di atas koran bekas. Di atas informasi itu ia meringkuk layu bagai roti yang basah kuyup. Tepat di samping kepalanya tergeletak buku 'Realitas sosial' beserta pensil kayu sepanjang lima senti. Entah ia peroleh dari mana. Yang jelas masih lebih mengkilap dari kaos yang melekat di badannya.

Sembarang mimpi melangkahi tubuhnya yang dekil dan mungil. Sesekali kaki tangannya bergerak karena dirubung lalat. Ia pun kembali dari mimpinya dalam keadaan telanjang bulat. Kemudian menulis kisah pada bibir jalan yang tidak tertulis dalam buku itu. Bukan pada bangkai industri yang menjejali karung goninya.

Selembar koran itu melongo karena ditinggalkan sendirian tanpa pesan secuil pun. Tanpa banyak bicara ia langsung terbang mencari koran lain yang jejaknya berbeda. Keduanya berpisah dengan membawa bungkusan pertemuan.


Tenda Biru, 19-08-2019

"Kepingan Senja"

Senja di kening pantai
Terbaring santai
Seperti setangkai teratai
Bersimpuh dalam damai

Senja di ujung galah
Berdiri meraih bungah
Begitu resah, begitu pasrah

Senja merapal mantra
Suaranya tak tertangkap telinga
Namun gelombang ekstase dibuatnya

Senja melukis citra
Gatranya tak terperangkap mata
Namun cakrawala terbuai dibikinnya

Senja memintal warna
Ronanya tak terperanjat nuansa
Namun figura terpana disulapnya

Senja tumbuh dewasa
   Dalam tangkup langit bertenda
Senja semakin menua
   Dalam lingkup horison bertanda

Senja menepi
   mengayuh sunyi
      lalu berlabuh kembali
          mengarungi mimpi

          Senja menyepi
      menyepuh sanubari
   lalu bersimpuh lagi
memeluk hari