Papuma Beach

Barisan Pemimpin Masa Depan

HIMASKA "Helium"

Khotmil Qur'an dan Tumpengan

Kelas A 2008

Jalan-jalan ke Candi Badut+makan bareng

Perpisahan Kelas

Foto bareng di depan Fakultas Saintek

Kelas B-4 PKPBA

Kuliah PKPBA di depan Rektorat

Keluarga Besar Heler

Mandi Bareng di Penumpasan

Muktadi Amri Assiddiqi

Narsis Rumah Jorogrand

Pramusta Bapewil IV Ikahimki

Upgreding Bapewil IV Ikahimki di Pantai Papuma

"Secangkir Kopi Nusantara"

Bapakku pak bajo
petani yang mengabdi
Tanam padi tuk makan sehari-hari
Ragam varian sebagai modal anak istri
Sebagian mengisi pasokan negeri

Namaku arta putra kedua paling beda
Rambutku kriwul terbang semaunya
Gayaku cukup sederhana alias natural
Namun impianku jadi nomor setunggal

Gubukku sepetak tanah mendayu seperti omah kayu
Tetanggaku si peyot senang kerja bakti
Temanku kang Unyuk akrab dengan tradisi
Melek teknologi berisi seperti padi

Kakekku Satibi tak sembunyi dibalik keriput
Tanpa mengeluh seolah tak kenal rumit
Menguras parit yang semakin sempit
leluasa tanpa bayang semu yang menguntit

Gengku bhineka mangkal di pelataran nusantara
Jutaan karya tercipta di tangan mereka
Ribuan bangsa terpaku gelengkan kepala
Namanya mulai diperhitungkan dimana-mana

Basecampku laiknya graha rakyat jelata
Tampak seadanya seakan tak terjaga
Dindingnya unik bertabur warna
"Dari Dia, oleh kita, bagi semua" terbaring disana

Di pojok teras bunga-bunga tersipu malu
Wanginya pudar tak lagi kemayu
Akar dan mahkota dirampas bagai hantu
Kini engkau hanyalah kembang layu

Pak Su ketua RT-ku kocak juga ramah
Senyumnya murah tak bikin jengah
Jas berkerah setia kala bersih-bersih sampah
Sosok amanah enggan marah juga sumpah serapah

"Negeri ini milik siapa? Sahutnya kala diskusi
(Secangkir kopi temani kumpul warga pagi hari)
Indonesia gemah ripah loh jinawi
Bukan ambisi menjarah lumbung sendiri
Seperti parasit sedang berkoloni

Seperti orang yang tak tahu diri
Ataukah
Sengaja lupa pada ibu pertiwi
Entahlah...









"Romansa Malam"

Titik demi setitik mengguyur halaman
Nyanyian atap berdendang ditengah kesunyian
Pohon rindang menari ke kiri ke kanan
Sampah-sampah bertumbukan menyumbat aliran

Kilat petir menyambar pecah kegelapan
Anak-anak merengek tersudut ketakutan
Penghuni gubuk seliweran amankan harta benda
Lampu padam hiasi romansa gundah gulana

Air tumpah penuhi kekhawatiran warga
Anak jalanan menggigil di tepian jalan raya
Pengendara pontang panting kebut sebisanya
Pedagang kaki lima buru-buru gulung dagangan

Pelajar kocar kacir tutupi lembar bacaan
Gadis paruh baya balapan angkat jemuran
Pak RT mondar mandir seperti setrika
Pasukan oranye tapaki jejak-jejak jiwa

Ruang media sibuk lempar berita ke khalayak ramai
Orang-orang dinas soroti ranting batang tumbang
Kotak bank rebutan tampung koin kepedulian
Tangan-tangan berlomba kumpulkan bala bantuan
Kantong nakal sisihkan sebagian keuntungan

Ada yang tertawa
Ada yang larut dalam kepedihan
Ada yang turun tangan
Ada yang saling menyalahkan
Ada yang berpaling muka
Ada yang komat kamit berdoa
Ada yang biasa-biasa saja

Ah....memang..
Ada-ada saja


"Basa Basi Bahas Bahasa"

Bahasaku ada karena bahasamu
Bahasamu tumbuh karena bahasaku
Seperti anak kecil dengan dunianya

Ucapanmu hipnotis alam pikiranku
Kata-kataku kecoh pandanganmu
Seperti mantra-mantra dalam doa

Raut wajahmu kelabui perhatianku
Sayup mataku umpan hasratmu
Seolah terbang memgitari angkasa

Utak-atik metaforamu semaikan keraguanku
Alur ceritaku buramkan masa lalumu
Seperti simsalabim di negeri abrakadabra

Bunyi suaraku memekik samudra pengetahuanmu
Alas keyakinanku terbabat kebenaran palsumu
Seolah fatamorgana di wajah jalan raya

Sorot matamu menembus kasat mataku
Respon tubuhku kaku di depan kelembutanmu
Seperti putri malu kala didekap rasa

Simbolku gerakkan simpul komunikasimu
Hurufmu rancang bangunan interaksiku
Seolah rantai dengan untaian tertata

Basa basiku terlampau basi
Basa basimu begitu berarti
Basa basinya memang biasa
Basa basi kita bukanlah apa-apa

Namun...
Basa basi dari, oleh dan untuk semua

"Kamar Kosong"

Pintu ku tarik pelan-pelan
Sambil bersiul ku buka kran
Gemercik air temani tong kosong dengan merdu
Semua mulai liar tak terkendali
Busa sabun jejali kulit kasarku
Tangan usilku jelajahi ujung ke ujung
Ribuan mata mengintip celah angin
Mulut berbusa seperti lidah ular berbisa
Menikam gerak terkulai lemas

Nyanyian sahdu dari balik kamar kosong
Menggoda angin napas yang mendesah
Darah berpacu seakan balapan liar
Jantung berdebar bak genderang perang
Tak terasa air bercucuran ke selokan
Seperti tsunami hantam daratan
Kikis permukaan tebar ketakutan

Tak ada yang salah pikirku
Damaiku tak mengganggu kamar lain
Angan lepasnya nodai lamunanku

Tak ada yang benar gumamku
Waktu berlari kejar hasrat mereka
Desah lirih sendu koyak dalam resah

Dia memakiku dalam tenang
Aku menyanjungnya dengan sindiran

"Siang Menggoda"

Terik siang menyapa, "Hai manusia"
Kening merengut melukis garis gigih
"Hai juga", sahut mereka
Urusi saja dirimu, pergilah
Pergi sana...lenyaplah

Knalpot berteriak menusuk kuping
Jalanan berjubelan seperti parade siang
Saling menyalip seperti kesetanan
Macet memang langganan kita

Pedagang, tukang parkir dan gedung tertawa...hahahaha..
"Suasana begini sudah biasa",
"Terima saja apa adanya", cetusnya
Gorong membalas:"Mukamu tak selebar dadamu"
"Punggungku kau penuhi semaumu"
"Pipiku kau olesi oli dan minyak, dimana-mana"
Terus kau mengumpat dengan mulut menganga
Baunya menebar kemana-mana
Nikmati saja...

Pejalan kaki dan pengayuh sepeda mengelus dada
Melukis jejak tanpa keluh kesah
Mengais dan menimba melawan sengatan dunia
Lemah gemetaran tak kuasa merayu
Dada membusung hentak tabur ancaman
"Inilah kami", kaum tertindas namun tak kalah
Golongan terpandang dari mata terpejam
Sekali berjuang..tetap berjuang..
Melawan penindasan..
Menghantam ketidakadilan..
Mendobrak kekuasaan..
Menampar penjilat..
Melempar kesewenangan..

Camkan...
Ingatlah..
Sampai dunia tak ada lagi