tag:blogger.com,1999:blog-38842774981724291302024-02-06T18:30:03.206-08:00SEMESTARuang Terbuka Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comBlogger230125tag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-6727564588550425002020-01-01T03:29:00.002-08:002020-01-01T03:29:23.526-08:00"Taman Langit"Dering malam melolong panjang<br />
Gema tabuhan menjura langit<br />
Kembang api membokongi gemintang<br />
Derap kaki mendongengi sandal jepit<br />
<br />
Kantung hitam melayang-layang<br />
Letupan pesta merias bayang-bayang<br />
Lembaran waktu bertanggalan<br />
Memeluk tanggal yang bakal tinggal<br />
<br />
Puing-puing membangunkan fajar<br />
Api unggun tertidur beku<br />
Musim datang mengetuk pagar<br />
Hari anggun terharu biru<br />
<br />
Taman langit tak lagi sengit<br />
Taman langit kembali dipingit<br />
Taman langit melangit<br />
<br />
Oh... Taman langit<br />
Seakan berhenti.<br />
Oh... Taman langit<br />
Tiada lagi.<br />
<br />
Kembali...<br />
<br />
Tenda Biru, 01-01-2020<br />
<div>
<br /></div>
Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-5062186496099573082019-12-12T19:17:00.000-08:002019-12-12T19:17:13.392-08:00"Kampung Halaman"Halaman pertama:<br />
Duduk bersama<br />
<br />
Halaman kedua:<br />
Duduk bersama melingkari waktu<br />
<br />
Halaman ketiga:<br />
Duduk bersama melingkari waktu sembari menghafal rindu<br />
<br />
Halaman keempat:<br />
Duduk bersama melingkari rindu sembari merapal waktu<br />
<br />
Halaman kelima:<br />
Duduk bersama bersama-sama memeluk satu<br />
<br />
Halaman keenam:<br />
Kembali bersatu<br />
<br />
Halaman terakhir:<br />
Kembali<br />
<br />
Tenda Biru, 13 Desember 2019Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-32001317839680583992019-08-27T21:50:00.000-07:002019-08-27T21:50:22.192-07:00"Pisau Dapur"Dalam mimpiku yang damai, setelah datang suara lirih ibu. Diam-diam pisau yang kubungkus itu mengiris jemarinya. Darah mengucur bak air mancur. Kemudian diikat dengan plastik bekas bungkus infusku. Tiba-tiba ketika terbangun, tangannya sudah terbalut kasa dengan wajah pucat pasi. Persis seperti aku yang tersentak ketika berdiri di hadapan cermin depan kasur. Ternyata jari dan dadaku penuh dengan sayatan.<br />
<br />
Tenda Biru, 13-08-2019<br />
<div>
<br /></div>
Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-83372623394766127682019-08-27T01:50:00.002-07:002019-08-27T01:50:58.364-07:00"Pakaian"Pakaian kebesaranku dijahit oleh ibu dari urat tangannya. Warnanya yang merah merona dan penuh corak adalah bekas darahnya yang terserap. Baju itu hanya kupakai ketika momen-momen yang menentukan. Mulai dari pekerjaan dinas sampai perjalanan atas nama dinas. Mulai dari tugas ngurusin kantong sampai ngurasin kantor. Mulai dari peletakan batu pertama proyek untuk fasilitas umum sampai pengerukan batu sungai sebagai penghias taman pribadi. Mulai dari kumpul keluarga sampai pesta ria dengan mitra. Mulai dari perumusan regulasi sampai pemulusan reputasi.<br />
<br />
Pakaian itu kini telah mengecil. Entah karena aku yang kian membesar atau sebaliknya. Waktu reuni keluarga kubisikkan ke ibu bahwa pakaian kebesaranku sudah tidak muat lagi di tubuhku. Ibu menjawab kalau baju cadangan sudah dibuatkan jauh hari dan nanti diambil usai acara. Ternyata di dalam kresek berwarna hitam itu pesananku dikemas dengan rapi persis seperti kado buat pejabat tinggi. Karena malu dengan pakaian yang sedang kupakai, aku bergegas menggantinya. Pakaian itu tak seperti pakaian kebesaran karena membuatku merasa lebih kecil darinya. Ketika aku kembali ke tengah perjamuan, sebagian besar berdecak kagum. Tetapi jauh di dalam diriku aku merasa sedang dikecilkan. Bahkan dikucilkan. Ibuku hanya tersenyum. Seperti pertama kali melihatku kala melahirkanku.<br />
<br />
<br />
Tenda Biru, 17-08-2019Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-1842622171668723442019-08-27T01:47:00.002-07:002019-08-27T01:47:39.343-07:00"Telepon"Telepon genggam yang kupegang sekarang adalah hadiah dari ibu karena aku jadi juara kelas. Meski terbilang jadul dan tidak keren tapi masih berfungsi dengan baik. Suatu hari telepon butut itu kuganti dengan yang paling baru dan canggih. Uang dari hasil diplomasi dengan ibu. Dengan telepon baru itu aku bisa mengakses segala informasi. Mulai dari yang biasa-biasa hingga yang aneh-aneh. Rasanya aku menjadi lebih canggih dari yang lain. Mulai dari bangun tidur sampai tidur, telepon itu selalu disampingku. Aku sangat bahagia dan merasa tidak kesepian lagi. Ada atau tidak orang lain di sekitarku aku tetap berselancar dan bercengkerama dengannya. Ia adalah makhluk terbaik bagiku. Ia selalu ada untukku, dan aku selalu sedia untuknya. Aku tidak peduli siapa-siapa lagi. Aku hanya ingin menjadi dia, dan dia menjadi aku. Tetapi ketika ibu meneleponku dan mengatakan kalau itu bukan suaraku. Akupun tercengang padahal aku sudah baru. <br />
<br />
Tenda Biru, 14-08-2019<br />
<br />Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-56150388128844365552019-08-27T01:45:00.000-07:002019-08-27T01:45:45.401-07:00"Koran"Seorang anak kecil terbaring kaku di atas koran bekas. Di atas informasi itu ia meringkuk layu bagai roti yang basah kuyup. Tepat di samping kepalanya tergeletak buku 'Realitas sosial' beserta pensil kayu sepanjang lima senti. Entah ia peroleh dari mana. Yang jelas masih lebih mengkilap dari kaos yang melekat di badannya.<br />
<br />
Sembarang mimpi melangkahi tubuhnya yang dekil dan mungil. Sesekali kaki tangannya bergerak karena dirubung lalat. Ia pun kembali dari mimpinya dalam keadaan telanjang bulat. Kemudian menulis kisah pada bibir jalan yang tidak tertulis dalam buku itu. Bukan pada bangkai industri yang menjejali karung goninya.<br />
<br />
Selembar koran itu melongo karena ditinggalkan sendirian tanpa pesan secuil pun. Tanpa banyak bicara ia langsung terbang mencari koran lain yang jejaknya berbeda. Keduanya berpisah dengan membawa bungkusan pertemuan.<br />
<br />
<br />
Tenda Biru, 19-08-2019<br />
<br />Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-36380840049358660342019-01-27T05:14:00.000-08:002019-01-27T05:14:22.379-08:00"Kepingan Senja"Senja di kening pantai<br />
Terbaring santai<br />
Seperti setangkai teratai<br />
Bersimpuh dalam damai<br />
<br />
Senja di ujung galah<br />
Berdiri meraih bungah<br />
Begitu resah, begitu pasrah<br />
<br />
Senja merapal mantra<br />
Suaranya tak tertangkap telinga<br />
Namun gelombang ekstase dibuatnya<br />
<br />
Senja melukis citra<br />
Gatranya tak terperangkap mata<br />
Namun cakrawala terbuai dibikinnya<br />
<br />
Senja memintal warna<br />
Ronanya tak terperanjat nuansa<br />
Namun figura terpana disulapnya<br />
<br />
Senja tumbuh dewasa<br />
Dalam tangkup langit bertenda<br />
Senja semakin menua<br />
Dalam lingkup horison bertanda<br />
<br />
Senja menepi<br />
mengayuh sunyi<br />
lalu berlabuh kembali<br />
mengarungi mimpi<br />
<br />
Senja menyepi<br />
menyepuh sanubari<br />
lalu bersimpuh lagi<br />
memeluk hariSemestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-34349231812452056072018-11-28T02:44:00.000-08:002018-11-28T02:44:01.994-08:00"Tuang"Pada secangkir kopi<br />
Selalu tertuang puisi<br />
Yang menyeduh bunyi<br />
Jauh di kedalaman hati<br />
<br />
Pernah dari bibir cangkir<br />
Terlahir bayi cerita<br />
berdarah aksara sebesar nama<br />
Tersembur bak air mancur<br />
berwajah subur selembab lumpur<br />
<br />
Sesekali dari ruap kopi<br />
Melayang spora peradaban<br />
bersayap kenyataan bertulang perubahan<br />
Merebak ke seluruh sisi<br />
berwarna pelangi secerah matahari<br />
<br />
Diam-diam ampas yang tersungkur di dasar cangkir<br />
Bersujud menundukkan badan<br />
Sembari menengadahkan tangan<br />
Sekaligus merebahkan kehilangan<br />
<br />
Cangkir yang tertinggal<br />
Tak kan lekas tertanggal<br />
Meski tamu barunya berhamburan<br />
Menuang dan mengulang<br />
Menyulang dan menyilang<br />
Dengan segala kemungkinan<br />
<div>
<br /></div>
Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-83399060128462962862018-11-01T06:25:00.000-07:002018-11-01T06:25:26.068-07:00"Garis Edar"Siang beranjak pergi<br />
Mengemas senja di balik topi matahari<br />
Meski wajahnya letih tapi<br />
Terpancar rona berseri-seri<br />
<br />
Malam membuka diri<br />
Menggelar rapi selembar tikar sunyi<br />
Agar langit lekas menyelimuti mimpi<br />
Dan merangkul sembarang melodi tak bertepi<br />
<br />
Diam-diam seperti mati<br />
Terang-terangan tumbuh kembali<br />
<br />Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-45130659713663181882018-07-28T04:42:00.000-07:002018-07-28T04:42:31.677-07:00"Purnama dan Gerhana"Purnama dan gerhana<br />
Adalah dua museum purba<br />
yang duduk bersila di angkasa<br />
dan pintunya selalu terbuka<br />
Untuk kita ziarahi<br />
atau<br />
ia bertandang sendiri<br />
Terang-terangan atau diam-diam<br />
<br />
<br />Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-32097797029664797992018-07-19T07:14:00.000-07:002018-07-19T07:14:00.333-07:00"Belum Sempat"Lebaran tahun ini<br />
datang terlalu dini<br />
Karena belum sempat haturkan diri<br />
kepada malam yang diam-diam<br />
mengemas gelap ke dalam<br />
lengkung peci dan tasbih sunyi<br />
<br />
Lebaran tahun ini<br />
datang terlalu pagi<br />
Rasanya belum sempat tabur kasturi<br />
kepada senja yang tiba-tiba<br />
menyimpan gairah pagi ke dalam<br />
wadag parfum dan mekar bunga sekuntum<br />
<br />
Lebaran tahun ini<br />
tiba begitu cepat<br />
Sebab belum sempat pilih baju<br />
yang pernak-perniknya serba baru<br />
yang dipintal dari jerih berderu<br />
bagi tubuh rawan yang tiba-tiba<br />
menangkap isyarat tepi dengan<br />
daya purba dan gelombang citra <br />
<br />
Lebaran tahun ini<br />
muncul begitu singkat<br />
Karena belum sempat pasang cermin<br />
pada kaki langit yang sengaja<br />
mengalirkan waktu ke dalam<br />
piringan bisu dan rekaman baru<br />
<br />
Lebaran tahun ini<br />
melesat laksana kilat<br />
Padahal belum sempat bubuhkan surat<br />
pada rahim putih yang bolak-balik<br />
menjejalkan janin sunyi ke dalam<br />
punggung panggung dan jantung zaman<br />
<br />
Lebaran tahun ini<br />
meluncur begitu bebas<br />
Padahal belum sempat pasang tali kekang<br />
pada selingkar badan yang rela<br />
mengikat angin liar di dalam<br />
kepingan darah dan rongga dada<br />
<br />
Lebaran tahun ini<br />
tenggelam begitu dalam<br />
Padahal belum sempat rayakan pesta<br />
pada relung kosong yang sedia<br />
mengisi toples hampa dengan <br />
menu utama dan gemunung sisa<br />
<br />
Lebaran tahun ini<br />
berangkat menjemput lebaran depan<br />
Padahal belum sempat mandi kembang<br />
pada danau cahaya yang rela<br />
membasuh debu-karat yang bertengger dan melekat dari<br />
ujung rambut hingga ujung kuku<br />
<br />
Ah,<br />
andai masih sempat...<br />
Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-32780355894653264272018-07-13T18:06:00.000-07:002018-07-13T18:06:03.679-07:00"Meja Panjang"Sudah sekian musim<br />
kita tidak bermukim<br />
Entah aku yang terlampau dingin<br />
ataukah kau yang lupa arah angin<br />
<br />
Jauh sebelum detik ini<br />
kita sama-sama melingkari hari<br />
yang terpaku di dinding rindu<br />
Namun ketika masanya tiba<br />
kita tak abai memasang mata<br />
pada sudut lain sepanjang waktu<br />
<br />
Meja panjang pun meradang berang<br />
Empat kakinya legam terpanggang<br />
Kursi di depannya meronta-ronta<br />
Menyulap ruangan menjadi tungku menyala<br />
<br />
Meja panjang menguap menjadi gundukan awan<br />
melayang-layang<br />
menggantung di langit kerinduan<br />
Yang sewaktu-waktu menjelma hujan<br />
bila telah jenuh dengan kealpaan<br />
bagi kemarau yang dibentangkan<br />
<br />
Meja panjang<br />
bisa seluas angan<br />
bisa sesempit pajangan<br />
Seperti kita dan pendulum kenyataan<br />
<br />
Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-3634231725245627022018-07-11T01:11:00.002-07:002018-07-11T03:21:57.588-07:00"Satu Tiga"Bening gelas kaca di depan retinamu<br />
masih bisa kau tangkap sesukamu<br />
pun sebagaimana mestinya<br />
Sementara titik yang segaris sudut matamu<br />
hanya bisa kau kira-kira<br />
pun belum tentu akan sama<br />
Namun mutiara di belakang kepalamu<br />
Tiada sedikit pun terbaca<br />
terlebih jika tak ada cermin<br />
pun jika tak ada isyarat dari yang lain<br />
<br />
Ketiganya seperti satu;<br />
bagi yang punya mata berbeda<br />
bagi yang pura-pura buta<br />
bagi yang hanya dengan sebelah terbuka<br />
Juga bagi yang tengah didera cedera<br />
<br />Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-27272675705295105942018-07-08T17:32:00.000-07:002018-07-08T17:32:06.077-07:00"Jarak"Jarak dua tiga bintang di angkasa<br />
masih dapat dibaca dan dikira-kira<br />
pun hanya terukur terhadap cahaya<br />
Namun sejauh itu pun<br />
masih tak lebih jauh dari celah<br />
dua bibir yang mengatup-menganga<br />
sepanjang masa<br />
<br />
Jarak dua tiga zarah di sekitar kita<br />
masih bisa diziarahi dan diprediksi<br />
pun hanya tertentu dengan teorema, lensa, dan data<br />
Namun sejauh itu pun<br />
masih tak lebih jauh dari jeda<br />
antara dua kepala yang terbuka dan bersenggama<br />
sepanjang kala<br />
<br />
Ia berkembang biak<br />
Beranak pinak<br />
Sepanjang nadi manusiaSemestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-15636050882843219082018-07-06T08:06:00.000-07:002018-07-06T08:06:26.987-07:00"Rembulan di Punggung Desa"Senja kala di pematang sawah.<br />
Mengintip dari balik ilalang.<br />
Gadis desa pulang memikul galah.<br />
Menghadap malam yang menghimpun remah.<br />
<br />
Kilau cahaya menerpa telaga.<br />
Terpental ke dalam gubuk tua.<br />
Sehingga wajah desa tergambar segera.<br />
Seperti jejak tinta sedemikian rupa.<br />
<br />
Menjelang dini hari,<br />
gardu di pinggir jalan bernyanyi.<br />
Tua muda pria wanita berbagi hati,<br />
merangkai sepi menjadi puisi.<br />
<br />
Rembulan di punggung desa<br />
merangkak memalingkan muka,<br />
tenggelam ke dalam telaga cahaya.<br />
Gairahnya menghangatkan keringat ikan dan terumbu karang.<br />
Yang mengkristal menjadi darah, urat dan tulang.<br />
<br />
Rembulan di punggung desa:<br />
selalu tabah memugar diri<br />
selalu tegar memikul matahari<br />
selalu tulus mengkremasi mimpi<br />
Dan pagi pun lahir sebagai pagi<br />
yang berdiri di atas kaki sendiri<br />
selama rembulan melanjutkan semadi<br />
<br />
Rembulan di punggung desa<br />
muncul terbenam berbulan-bulan<br />
Seperti pungguk merindukan bulan<br />
<div>
<br /></div>
Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-41796630984242762562018-06-30T07:52:00.000-07:002018-06-30T07:52:48.634-07:00"Poster Wajahmu"Selintas pandang di seberang jalan<br />
wajahmu masih terpasang.<br />
Memancar sinar, mengundang.<br />
Entah, sampai kapan mampu bertahan<br />
menghuni papan tambatan<br />
dalam kesendirian.<br />
<br />
Menjelang tanggal;<br />
aneka momentum bertandang<br />
bayang panjang seliweran menjuru sarang<br />
memburu bidak-bidak tunggal<br />
agar geming tak kenal kata tertinggal.<br />
<br />
Burung-burung berdendang.<br />
Butir embun bergegas pulang<br />
mengemas malam dalam kardus siang.<br />
Hangatnya terngiang-ngiang.<br />
Menyusup pori-pori, menyusun belulang.<br />
<br />
Tanggal telah tanggal<br />
gugur ke dalam pangkuan.<br />
Wajahmu yang tipis ditarik-turunkan, oleh tangan kanan yang sedari awal memasang badan.<br />
Tapi kemudian dijadikan lesehan pada sebuah ritual.<br />
<br />
Sementara nun di seberang<br />
kerlap-kerlip gelas perayaan bergoyang-goyang.<br />
Tumpah-ruah menyesakkan jalan<br />
hanya menyisakan istana keranjingan<br />
dan aroma kerancuan.<br />
<br />
Poster wajahmu memudar<br />
bagaikan pupur yang luntur<br />
karena mukamu hendak muncul<br />
walau pernah sebeku kubangan lumpur<br />
<br />
Poster yang lalu terharu-biru<br />
Ketika terpasang lagi poster baru<br />
<br />
"Yaaah, padahal tak lucu, cukup lah hanya aku..."Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-53352236606812131592018-06-22T16:42:00.000-07:002018-06-22T16:42:12.327-07:00"Nisan Angka""Jangan pernah ragukan kami", tegas Angka di hadapan jutaan kepala.<br />
Yang bergeming seperti sebuah arca.<br />
<br />
Setelah kalimat terakhir ini,<br />
angka-angka berlaku sebagai candu.<br />
Memasuki jaringan tepi dan sum-sum mimpi.<br />
Merasuki apa pun yang ia mau.<br />
<br />
Angka telah berkuasa.<br />
Hingga meracuni siapa saja<br />
dengan sembarang cara.<br />
<br />
Angka mengatur apa saja<br />
bahkan mengukur siapa saja.<br />
Dari yang terdalam hingga terluar.<br />
Dari yang kasat mata hingga titik buta.<br />
Dari yang dekat hingga jauh amat.<br />
<br />
Angka-angka telah berkuasa.<br />
<br />
Ia bercampur debu waktu.<br />
Menempel tanpa ragu.<br />
Tak peduli belia maupun tua.<br />
Tak peduli pria maupun wanita.<br />
Semua dilumuri dengan aromanya.<br />
<br />
Sampai detik ini juga;<br />
Angka telah bernada.<br />
Angka telah memangsa.<br />
Melenyapkan yang terlena.<br />
<br />
"Kita lah Angka, sebelum ada yang lainnya"<br />
"Andai saja ....."<br />
lirih suara Angka ketika ajal menjemputnya.Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-50482819429058573842018-06-20T02:59:00.000-07:002018-06-20T02:59:48.978-07:00"Tali Baru"Tali di lingkar kepalamu<br />
Terpaku bagaikan sebuah tugu<br />
Yang termangu merapal waktu<br />
Menunggu kafilah datang bertamu<br />
<br />
Ia terikat<br />
Begitu erat<br />
Tapi tak menjerat<br />
<br />
Puncaknya menyundul awan<br />
Hingga menggundul langit berkabut<br />
Lingkarnya mengitari titik rawan<br />
Membentuk tarian ritmis paling lembut<br />
<br />
Ia mengikat<br />
Begitu hangat<br />
Tapi tak menyengat<br />
<br />
Sebelum petang tiba<br />
Ikat itu masih baru<br />
Seperti sedia kala<br />
Entah bagaimana dengan kau<br />
<br />
Sebelum pagi pergi<br />
Ikat itu tetap di situ<br />
Seperti pertama kali<br />
Entah bagaimana dengan kau<br />
<br />Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-35800046525810134622018-06-07T10:37:00.000-07:002018-06-07T10:37:21.658-07:00"Surat dari Buku"Salamku kepadamu.<br />
<br />
Bagimu yang berbuku-buku<br />
Bagimu yang mengeram sumbu<br />
Bagimu yang memeram tabu<br />
Bagimu yang mendekam kaku<br />
<br />
Untukmu yang berpacu melepas beku<br />
Untukmu yang sedang melawan bisu<br />
<br />
Kepadamu yang menjadi dirimu<br />
Kepadamu yang hanya untukmu<br />
<br />
Hormatku kepadamu,<br />
sebelum diriku, satu persatu<br />
kembali bersatu<br />
Menutup buku<br />
<br />
Semoga engkau<br />
tak seperti aku.<br />
<br />Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-31788245031541670462018-06-02T09:59:00.000-07:002018-06-02T09:59:01.539-07:00"Rumus Fi"Bayangku berkubang<br />
tergenang kenangan.<br />
Padahal segenap badan<br />
telah tumbuh dan berkembang.<br />
Merayakan hari depan.<br />
<br />
*<br />
<br />
Tubuhku pongah<br />
terpasung dinding berbayang-bayang.<br />
Padahal seluruh jiwa<br />
telah tegak berdiri dan kerap berlari.<br />
Demi menghidupkan mimpi dan mengakarkan diri.<br />
<br />
*<br />
<br />
Namaku memiliki jantung.<br />
Tergantung dari lakon ke lakon.<br />
Bergelantungan dari titik ke titik, dari satu ufuk ke ufuk lain.<br />
Padahal sepenuh hati<br />
telah berjuang bagaimana semestinya.<br />
Supaya menjadi seutuhnya.<br />
<br />
*<br />
<br />
Rumus Fi mencipta jalinan<br />
bersilang dan bersalin<br />
saling menentukan<br />
saling menghidupkan.<br />
<br />Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-24264426185180553572018-05-31T12:26:00.002-07:002018-05-31T12:26:58.683-07:00"Catatan"Catatan itu seperti terpahat sendiri<br />
pada bahu waktu.<br />
Meruang.<br />
Meraung.<br />
Mengungkap. Menangkap. Menganggap.<br />
Mengurai dirinya sendiri.<br />
Bagai seorang bayi merangkak. Duduk. Berdiri.<br />
Melangkah. Berlari. Berhenti.<br />
<br />
Catatan itu masih di sini<br />
meski berulang kali<br />
ada yang hidup dan mati.<br />
Sampai nanti.<br />
<div>
<br /></div>
Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-79027702997818938562018-05-31T06:07:00.002-07:002018-05-31T06:07:58.610-07:00"Kantung Hujan"Ternyata ada kantung hujan<br />
di bawah rindang matamu.<br />
Sepertinya cukup tuk mengguyur kemarau di hatimu.<br />
Pun dapat menghanyutkan gemerlap taburan bunga di wajahmu.<br />
<br />
Kantung hujan<br />
masih mengandung<br />
dan menggantung.<br />
Menunggu kau.<br />
<br />Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-61738999073298049142018-05-30T05:54:00.002-07:002018-05-30T05:54:37.853-07:00"Malam-malam"Malam ini tak seperti<br />
malam sebelumnya.<br />
Begitu cerah, begitu pasrah.<br />
<br />
Malam ini tak serupa<br />
malam sebelumnya.<br />
Begitu tenang, begitu menang.<br />
<br />
Malam ini tak senada<br />
malam sebelumnya.<br />
Begitu buas, begitu waswas.<br />
<br />
Malam ini tak setara<br />
malam sebelumnya.<br />
Begitu halus, begitu mulus.<br />
<br />
Malam ini tak setingkat<br />
malam sebelumnya.<br />
Begitu cepat, begitu singkat.<br />
<br />
Malam ini tak selevel<br />
malam sebelumnya.<br />
Begitu sintal, begitu kental<br />
<br />
Malam ini bermalam<br />
pada kamar itu<br />
yang siap-siap mengantarnya<br />
bercumbu menjadi satu.Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-83322722968015818612018-05-30T05:24:00.000-07:002018-05-30T05:24:00.002-07:00"Teror"Teror mendekor ketakutan.<br />
Menelurkan cemas.<br />
Menetaskan ganas.<br />
Menumbuhkan panas.<br />
Diam-diam. Pelan-pelan.<br />
<br />
Ia terlahir laksana bayi benalu<br />
yang lupa siapa ibu dan ayahnya.<br />
Ia dibesarkan oleh pengasuh,<br />
yang hanya kenal dirinya<br />
yang hanya kenal bajunya<br />
yang hanya kenal mainannya<br />
yang hanya kenal sudut kamarnya<br />
yang hanya kenal nganga rumahya.<br />
Sehingga ia hanya mirip dengannya.<br />
<br />
Orang di luar sana terlihat aneh baginya, bahkan tak senada<br />
butir-butir yang dipangku kepalanya.<br />
Ia buang herannya di kasur empuknya<br />
Ingin sekali ia membangun kembarannya di mana-mana.<br />
Hingga lelap datang memeluknya.<br />
<br />
Saban hari ia merasa sendiri;<br />
berdua dengan pengasuhnya<br />
bertiga dengan benaknya<br />
berempat dengan kehendaknya<br />
bersama keterasingannya.<br />
Bagaikan setangkai kembang di tengah padang.<br />
<br />
Kembalinya dari hamparan lelap,<br />
keningnya mengkerut jumud: kalap.<br />
Tubuhnya tiba-tiba menimbun geranat<br />
yang urat-uratnya menjulur<br />
dari ujung kaki hingga ujung rambut;<br />
yang sewaktu-waktu bisa menyala<br />
menyanyikan diri, melenyapkan sepi.<br />
<br />
Pagi-pagi buta ia beranjak pergi<br />
tanpa bunyi sama sekali.<br />
Ia rebahkan secarik kertas berisi<br />
di atas jarum arloji berbentuk hati.<br />
<br />
Ketika embun menguap sempurna,<br />
pengasuhnya sibuk mencari-cari, air matanya berapi-api.<br />
Setiap celah terbuka dihampiri.<br />
Setiap ruang sempit dikuliti.<br />
Tapi ia hanya mendapati luapan cemasnya sendiri.<br />
<br />
Ia tidurkan mimpi gelapnya<br />
di sofa empuk di depan layar kaca.<br />
Dari balik sana angin berkelakar:<br />
"Sebuah bom mengada-ada. Nyawa tercecer tanpa kata-kata. Kita harus waspada pada ...."<br />
Seketika matanya kosong, batinnya bolong. Tak tertolong.<br />
<br />
Teror pun merasa terhina<br />
sebab namanya dibawa-bawa.<br />
"Teror memang ada, tapi itu bukan dari kita", keluhnya.<br />
Dalam upacara tabur bunga dan lebur doa.Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3884277498172429130.post-81824762698547219762018-05-26T12:15:00.000-07:002018-05-26T12:15:13.180-07:00"Langit Malam"Awan-awan di langit malamku<br />
berselimut kabut, abu-abu.<br />
Meskipun begitu,<br />
masih tak semeriah hamparan biru<br />
di langit gundahku.<br />
<div>
<br /></div>
Semestahttp://www.blogger.com/profile/03869785569485248250noreply@blogger.com