Papuma Beach

Barisan Pemimpin Masa Depan

"Ruang Bersama"

Dia, kau, dan aku bercengkrama Pada lingkar meja yang sama Sembari menyusuri kitab berbeda Hening sementara Bagai palung terdalam samudera Selama keheningan Tak satupun berbisik Tak satupun mengusik Sampai kita kembali Dengan sepenuh jiwa Dia membuka suara    Sebagai jendela penyatuan bahasa Kau memandang cakrawala    Dengan beragam lensa makna Aku hanya melepas tanya    Sebagai pendobrak tabir yang ada Aksara melingkupi suasana Angka membangun nuansa Indera mendera realita Intuisi mencitra cahaya Sampai akhirnya Menjadi...

"Catatan Berserat"

Kayu lapuk tampak pucat Serat-seratnya kehilangan daya pikat Sampai tak kuat tuk saling ikat Padahal jaraknya begitu dekat Kini kayu itu telah layu Tak seperti dulu Begitu pula dengan...

"Noda dan Celah"

Dan terkadang noda Walaupun hanya setitik     Jauh lebih kuat     Jauh lebih hebat 'Tuk mengendapkan bagian Bahkan melenyapkan sekalian Pun terkadang celah Walaupun selebar lubang jarum      Jauh lebih sakti      Jauh lebih terbukti Bagi hamparan gulita Yang pernah dilalui cahaya Di antara noda Ada celah tak ternoda Di antara celah Ada noda tak terbel...

"Menanti Senja"

Pada dermaga hasrat kusandarkan niat Setelah sekian lama bertekad Menjaring mimpi berkelebat hebat Senyumlah sembari melukis senja dengan tinta warna warni Tepat di relung hati Hingga terlahir seikat pelangi Rengkuhlah pena hingga menjelajah dunia Dengan segenap jiwa dan cinta Lalu berkelana di kolong semesta Dari masa ke masa Sampai itu tiba Cahaya hidup mampu diraba Pun dibina...

"Setajam Pedang SARA"

Aku kian bertanya Dalam perih yang mendera Kenapa kau menikamku dengan pedang SARA Bukankah kita bersaudara Andai saja kutahu Rasa bisa kalah oleh sentuhannya    Kan kubiarkan dada ini lebih terbuka Andai saja kumengerti Rela bisa hangus karena tega    Kan kusingkirkan cela dalam jiwa Andai saja kusadari Tali bisa putus karena taji   Kan kujalin cinta tanpa prasangka Iya, andai saja......

"Lautan tanpa Garam"

Negeriku negeri kepulauan Dari barat sampai timur diselimuti lautan Di perutnya nelayan menitipkan harapan Harapan yang membentang Di antara butir-butir pasir berhamburan Negeriku menimbun kekayaan Rumput dan alga bergoyang-goyang Bagai tarian bidadari di tengah pedalaman Semua mata terpaku padanya Bahkan tak ingin beralih pandang Ikan-ikan meliuk-liuk membelah gelombang Melompat-lompat memompa insang Bagai sirkus di kolam renang Semua tepuk tangan Bahkan teriak kegirangan Garam yang terbenam Terhampar di ladang penantian Memutih lalu Mengkristal Menjadi...

"Jalan Pulang"

Tatkala meninggi Harga diri terpaut di awan tinggi Sampai lupa sedang memijak bumi Sepanjang ruas yang ditapaki Kuharap suatu saat nanti Kan berjumpa jalan kembali Jalan yang dikehendaki...

"Benang Waktu"

Gemercik air tiada henti berbunyi sementara jangkrik dan kodok asyik bernyanyi Walau mereka tak pernah peduli Ada telinga yang berkenan menghampiri Apalagi menikmati Malam kian sepi Meninggalkan hiruk pikuk siang hari Hingga fajar menyapa kembali Begitulah lembaran hari Berputar mengelilingi Akan terus terpenuhi ataukah Mengalir tanpa isi...

"Temu Rasa"

Selembar waktu mulai membeku Merekam jejak muasal yang bisu Lantas membungkus rindu yang kerap merayu Pada daun hijau di hamparan syahdu Pikiran yang terpisah iri dan curiga Telah terburai bahkan terlupa Hati yang berlapis gelap dan bangga Telah tergerus bahkan berpijar cahaya Jiwa yang terancam dan tertikam Telah berteduh dan kembali tenang Hanya itu yang kurindu Sebab di sanalah kita menyatu...

"Menyoal Kopi"

Kali ini bercanda bersama sunyi Hanya ditemani secangkir kopi Diam-diam kopi bernyanyi sendiri: Diriku tak mengenal tamu yg mendekat Tak mngenal kepentingan yang melekat Tak memaksa siapapun untuk tercurah nikmat Tak menghukumi yang bersamanya Tak menghujat yang di sebelahnya Bahkan Tak peduli pada kata yang menilainya Begitulah secangkir rasa Terkadang dituduh karena kurang gula Terkadang dihujat karena tak sesuai selera Terkadang dihina karena racun yang menumpanginya Terkadang dibenci karena jejak di lain hari Tetapi kopi tetaplah kopi Untuk...

"Geser Gusur"

Pagi menjelang siang di pojok warung kopi, datanglah para perwira dengan gagahnya seperti sedang memburu sesuatu. Sebagian memakai seragam dinas, sebagian lagi hanya memakai kaos oblong. Di depan meja kasir duduk seorang anak kumel dan kesal, keduanya saling bertatap mata bagaikan perjumpaan pertama sepasang kekasih. Sementara di bangku yang lain, anak berambut keriting duduk santai dengan pandangan yang tajam sembari mengerutkan kening. Maka mulailah dialog di antara mereka: “Selamat siang, kok sepi ya?” “iya Pak, maklum sibuk mencari nafkah...

"Hadiah Untuk Kalian"

Hari ini tanpa basa basi Kupalingkan muka darinya Namun mereka membalasnya dengan wajah bercahaya Juga dada terbuka Ketika kuberanjak pergi Si roda dua menggeliat menggoda Karena jiwanya mati badannya tak berdaya Tangan mereka pun bergegas menjamahnya Penuh suka cita meski noda melekat di mana-mana Walaupun akhirnya tetap kembali ke tangan empunya Dalam diam kusadari Diriku telah didekap kebodohan Disekap keangkuhan Dihujam keegoisan Dilibas keterasingan Hingga kubersandar di relung sunyi Menatap diriku sendiri Tapi berlaksa bait terus kukirimkan Sebagai...

"Beranda Kita"

Di balik tenangnya kopi Tertulis kisah terperi Tentang rasa yang dijaga Tentang janji yang dibina Tentang makna yang ditata Tentang citra yang diungkap indera Hingga terbaring di dasar rasa Akhirnya kita meninggalkan beranda Dengan warna yang terlukis di dada Dan mekanisme terpola di kep...

"Meja Bisu"

Seperti sedia kala Kala rindu melanda Tangan terbuka merapal mantra Sampai akhirnya Bersatu di hadapan meja tua Tanpa rasa Tanpa su...

"Angka dan Kita"

Angka tak pernah berkata Apalagi 'tuk bercerita Hanya saja 'kan berbeda Kala suara lain menjelma darinya Atau Nafas luar merasuk ke dalamnya...

"Nostalgia Meja Bundar"

Lagi dan lagi Nostalgia ini kita bina Di atas meja yang sama Sembarang rasa terjaga Sekelabat cerita terbaca Setumpuk asa terekam masa Sampai akhirnya Dahaga terbayar tuntas Dengan torehan berbekas Bersama jiwa yang meluas Pun cinta tak terbatas...

"Kisah Langit dan Bumi"

Tak perlu pandai Hanya untuk berbangga diri Tak perlu perkasa Hanya untuk berkuasa Sebab langit yang tinggi Tak pernah berkata: "Aku selalu lebih daripada bumi"...

"Sajak Cahaya"

Mata di depan kaca Menembus pandang Menangkap dunia Cermin di sekitar raga Membagi dunia jadi dua Mencitra sebagai makna Sementara lensa di tengahnya Menjembatani saban masa Berupaya mengada Dan ber-ada...

"Berdiri di Tengah Badai"

Badai Kali ini mengantarku pada kenangan kala itu saat kau berdiri tegak di tengah dilema sembarang mata hanya menelanjangimu sembarang suara hanya menjeratmu sementara aku dirajam takut takut merajang tak berkesudahan Andai kau tak terjebak di sana di tengah geming padang gulita pasti! senyummu merekah seperti sedia kala senyum sempurna seperti purnama yang dirindu oleh penunggu surga Tapi kuyakin badai kan berlalu seperti masa lalu yang tegar menghadap masa depan...

"Sajak Ikat"

Ternyata.... Teramat nyata Lantaran: ada, jeda juga p...

"Bingkisan Perubahan"

Duh.. duh.. aduh Ada yang aneh kala kau muncul Kau datang secara tiba-tiba Membawa bingkisan bertuliskan sabda Di dalamnya terpatri khazanah bernapaskan perubahan Sebenarnya untuk siapa saudara? Namun kau hanya tersenyum dalam diam Laksana rahasia di balik mantra Dih.. Dih.. Dih Sepertinya kau telah berjumpa mimpi-mimpi Atau sedang dirundung rindu akan sesuatu? Dari berlaksa-laksa kata yang bersanding rupa tokohnya Dan bertakhta latar empunya Terpancar energi tak biasa Sampai-sampai lidah tak kuasa berucap apa-apa Walaupun begitu Semoga semesta...

"Sowan ke Rumah Sendiri"

Apalah hamba di belantara semesta Ketika hanya dilihat dari satu sudut Padahal sisi lain pantas dirunut Siapalah daku di rimba dunia Ketika hanya dipandang sebelah mata Padahal indera tak cuma satu Mulai membuka diri Dari tabir yang menyelimuti Kenapa saya dikira begini Kalau sekedar terpaut atribusi, juga teori Padahal tak segalanya dapat terkira Bagaimana pula diri mengaku sejati Kalau bertolak melawan yang hakiki Lantaran seringkali luput diri Tabir hilang seketika Dalam taman kilauan cahaya....

"Berebut Nomor Urut"

cuit... ciii.. cucuit.. sorak sorai bergemuruh terpental dari dinding yang tersentuh ketika paslonnya meracik teluh di hadapan sayap yang tengah bertaruh tuh, ini calonku, pantas peroleh nomor satu    sembari menepuk dada dengan bangga nah, itu calonku, cocok pegang nomor dua    sembari memberi hormat dengan tunduk kepala wah, dia calonku, tepat sekali dengan nomor tiga    sembari menyampaikan salam dengan tepuk tangan hore.. rehore.. horere    calonku yang bakal menang    suaranya pasti melampaui...

"Jamuan Literasi"

Tatkala mentari menyingsingkan lengan Kita bersila bersama di tengah sepetak ruangan Menikmati nyanyian kerabat suara yang didendangkan Sembari mencicip jajanan lokal yang disuguhkan Tak terasa nasib literasi sedang diperbincangkan Tak terasa masa depan literasi tengah didiskusikan Dan tak terasa harapan literasi telah digoreskan Hingga literasi membumi Dan tak terpaut di awan tinggi Di tengah ruangan itu Melodi dan puisi bersatu dalam lagu Seakan enggan dikoyak-koyak waktu Di balik tembok itu Aksara dan angka asyik bertemu Seakan enggan dituduh...

"Negeri Lapor"

Negeriku, negeri lapor Orang-orang bebas melapor Lapor ah lapor bagai hujan meteor Lapor ah lapor bagai perang teror Negeriku, negeri lapor Semangat pelapor membara seperti kompor Sontak terlapor merasa kena bakar Sehingga tutur kotor pun terlempar Sebab jelaga di dada terlampau berkobar Negeriku, ya negeri lapor Setumpuk laporan mengantri di meja kantor Sederet nama pun mendadak tersohor Seakan bias ujaran menjadi virus menular Dan merusak akar mengikis akur Lapor eh lapor Karamnya jamuan berpikir Lapor eh lapor Kandasnya hidangan berkelakar Andai...

"Anak Kembala"

Di tengah asrinya sabana anak kembala berbaring berselimut angin Seluas pandang tumbuh ilalang di tepian Di sana sapi, kambing, kuda, dan domba  bercengkerama Menunduk pada hijaunya alam ketika lamunan sang pengembala melayang jauh Mimpinya menari-nari menyibak padang Lalu mengendap di daun-daun yang dikunyah hewan Wajahnya girang sebab perut asuhannya kenyang Sesekali mereka bersendawa bertukar cerita sembari melahap makanannya: "Tuan kita baik ya, sedia menunggang waktu hanya untuk mengasuh kita", kata sapi betina "kita tak pantas kurus...

"Negeri Tretetet"

Umtretetet Kata-kata yang buncah seketika Kala matamu menatap layar kaca Sambil menggeleng-gelengkan kepala Masih terus kau merapalnya Karena terheran Kuberanikan diri tuk bertanya: Hai, Saudara, kenapa kepalamu begitu? Umtretetet Negeri kita semakin aneh... Oladala Aneh-aneh saja kau ini Padahal tiada yang aneh dengan negeri ini Mungkin pikiranmu yang aneh Atau Memang yang tengah kau pikirkan yang aneh Umtretetet Yah..yah..yah.. Aneh ya! Hemmm... Keduanya gelengkan kep...

"Kalau hanya.."

Kalau hanya bungkus yang kau beri    Lantas akan terisi dengan apa? Kalau hanya isi yang kau cari    Lantas akan tertutup dengan apa? Bukankah pada keduanya tersimpan suatu rahasia? Kalau hanya dunia yang kau puja    Lantas di alam baka kan peroleh apa? Kalau hanya akhirat yang kau damba    Lantas persiapan di duniamu bagaimana? Bukankah keduanya terikat oleh suatu sekat? Iya Kalau hanya...

"Pesan dari langit"

Menerka senja Pesan awan di balik hu...

"Patung Gus Dur"

Di tangan sosok pemahat kayu Sebatang jati jelma patungmu Kau ditata olehnya sedemikian rupa Bagai menimang-nimang anaknya Sehingga pukau berlaksa-laksa mata Suatu waktu, ketika dibuka bagi umum Beragam muka menatapmu yang terus tersenyum Kupu-kupu dan burung-burung yang bertandang ke seberang taman Merasa iri dengan warna warni orang yang berdatangan: "Kok bisa rukun dan bersatu ya" tandas sang burung "Seperti pelangi di sayapku saja" sahut kupu-kupu yang sedang terbang "Andai, kita seperti mereka, taman pasti tak bakal murung" ucap anak burung Ketika...

"Jembatan waktu"

Bulan berjalan begitu cepat Purnama termangu di ujung tongkat Dentang arloji masih presisi dan tepat Namun langkahku serasa tersendat-sendat Kalender terbata-bata menerangkan semua Semenjak januari sampai desember menua Beraneka warna terekam ingatan purba Parade kisah dirundung kasih Rajut cerita dirubung berita Pesona rupa ditumpang citra Balada lama didekap mala Catatan baru disergap haru Deretan sarat diseret hasrat Tatkala musim hampir berakhir Tak sengaja kita bertatap muka Lantas gelas waktu ikut berkelakar Di atas meja rindu peraduan...

"Akademia 2"

Di seberang sungai pinggiran desa Berdiri gedung tua beratap segitiga Kemiringannya serupa menara pisa Di halamannya berkibar bendera pusaka Warna dindingnya pudar dimakan usia Untuk sampai menyentuh gerbangnya Anak-anak berangkat semenjak pagi buta Berjalan melewati setapak berhasta-hasta Kadang-kadang duri-duri bersembunyi Merasuk memeram diri dalam kulit ari Kemudian membusuk seperti erupsi gunung berapi Kadang-kadang tersandung kerikil dan batu Memetakan luka menganga juga membiru Kadang-kadang terguyur hujan tersengat panas Meninggalkan belang...

Pesan Rindu

Benih cahaya di depan mata Di sanalah terbitnya pelita Muhammad bin Abdullah namanya Pencerah untuk alam semesta Ketika waktunya tiba: Orang-orang berduyun-duyun merayakan hadirnya Lantunan shalawat menggema dimana-mana Getar asma terdengar sampai  angkasa Jagat raya sungguh mendambanya Desau angin bercerita: Umat islam sedang berlomba-lomba Menghadap Tuhan yang mahaesa Pendulum waktu berdenyut lembut Selembut kalimat jelma azimat Andai kami merupa sepertimu Sudah persiskah dengan perangaimu? Andai kami mengklaim sama denganmu Sudah persiskah...

"Halaman"

Nada sendu nyanyian rindu Dari seruling bambu yang mengalun syahdu Di halaman rumah tempo dulu Tua muda pria wanita duduk bersama Bercanda ria bertukar cerita Sementara alam pun bernostalgia: Kicauan burung-burung yang bertengger di ranting pohon Bersahutan dengan Alunan bunyi dari gesekan dedaunan Bertalu-talu laksana simfoni rindu Di konser masyhur nan merdu Lantaran rindu termangu di ujung rambut Memori yang bersemayam kembali teringat Seketika air mata mengalir pelan nan lembut Kudekap erat waktu yang tersekat Seakan diriku kembali sakau...

"Terasing dari Tanah Sendiri"

Ketika kubuka mata pena Sinar surya telah beranjak dewasa Sedang badanku masih tak berdaya Lantaran terjebak mimpi di alam sana Segaris cahaya menjalar dari sela jendela Sedang diriku tengah berselimut gelap Bersahabat dekat dengan kamar persegi yang pengap Ketika media sosial berdering kencang Badanku terbang melesat kencang Jari jemari meraba ke tiap lekukan Maka dunia maya terasa lebih nyata Ketimbang ruang bertatap muka Jauh di dalam sana Sosialita tampak akrab dengan tetangganya Entah belum atau telah dikenalnya Entah dari lawan atau kawannya Entah...

"Akademia"

Terik hari masih menganga Memeram diri di lapis berongga Di antara tas dan buku yang kubawa Di dalam pena yang penuh tinta Di lembaran yang terukir kata-kata Di punggung batu dan kayu yang tertera rupa dan tanda Di pakaian dan jejak yang terbaring warna dan bahasa Dengannya aku merangkai ilmu Mengasah akal sebagai modal Supaya amal jelma bekal Saban hari memasuki kelas Menyemai diri di ruang luas nan bebas Di hadapan lembar papan pengantar Di atas bangku setegar tungku Di bawah atap peneduh acap Dengannya aku menjelajahi semesta Memintal karya...

"Sepedas Cabai Rawit"

Akulah si mungil dari sebidang tanah Yang bakal menjarah manismu ketika lengah Melumat bibirmu hingga memerah Walau kutahu kau tak segera pasrah Kala kulitku serupa lumut Kau lumat diriku sembari dihuni takut Ha hu ha hu tak lekas buat kau terhasut Ha hu ha hu tak kunjung buat kau bertaubat Kala bajuku berubah merah: cerah Kau kunyah badanku walau sedikit resah Ha hu ha hu tak cepat buat kau pasrah Ha hu ha hu tak langsung buat kau kalah Namun ketika musim tak bersahabat Kami melesat secepat kilat Seakan tengah mengendarai roket Padahal duduk...

"Sajak Gus Dur"

Kala hari sedang terik Pengembara cilik bernyanyi asyik Berarak epik bernada apik Di tengah rimba dia berjumpa si Puna: Hai kisanak Hendak Kemanakah paduka beranjak? Pakaianmu kumal tak seperti artis terkenal Wajahmu asing bagai turis keliling Bawaanmu sedikit seperti orang pelit Persis nasib rakyat yang terjepit oleh harga yang melangit Atau kau memang sengaja tidak mau terlena Apakah kau seorang pengelana? Sepertinya jejakmu ada dimana-mana Namun namamu sunyi dari berita Rupanya kau tak peduli citra Padahal banyak yang mencarinya Entah jiwamu...

"Gadis Penunggu"

Kududuk di atas kayu tua Menunggu hujan tak kunjung reda Dan kau hanya sedia Menata piring di atas meja Ketika pendatang berhamburan Kau bergegas menukil pertanyaan Mau pesan apa tuan? Senyummu menabur berlaksa kesan Sebab racikanmu terselip pesan Teduh wajahmu menebar tenang Sebab jamuanmu tertudung riang Tatkala pengelana telah berlalu Parasmu masih tertungkup malu Padahal kaulah pembilas pilu Padahal kaulah pembasuh ragu Ketika sunyi bersandar di bangku Kau tertunduk menatap buku Berlembar-lembar kau telusuri Berbaris-baris kau dalami Seakan-akan...

"Isyarat Malam"

Di bawah lampu temaram Khayalanku mengeram Terbayang parasmu yang rupawan Anganku terbang melintasi awan: Kau bagaikan isyarat kondang Di panggung sunyi yang kugoyang Di atas sana kau terekam Oleh selaksa mata yang memandang Ketika mata elang menikam tajam Kau mengelak mengibas senyuman Bagai sayembara di atas gelanggang Suara melayang-layang di relung malam Desau angin terkesiap kencang Daun-daun pun gugur beterbangan Segera kurangkul dirimu ke balik layar Lantas melesat serupa kelelawar Berbalik arah menjauhi relung sunyi Karena dawai pagi...