"Sepedas Cabai Rawit"

Akulah si mungil dari sebidang tanah
Yang bakal menjarah manismu ketika lengah
Melumat bibirmu hingga memerah
Walau kutahu kau tak segera pasrah

Kala kulitku serupa lumut
Kau lumat diriku sembari dihuni takut
Ha hu ha hu tak lekas buat kau terhasut
Ha hu ha hu tak kunjung buat kau bertaubat

Kala bajuku berubah merah: cerah
Kau kunyah badanku walau sedikit resah
Ha hu ha hu tak cepat buat kau pasrah
Ha hu ha hu tak langsung buat kau kalah

Namun ketika musim tak bersahabat
Kami melesat secepat kilat
Seakan tengah mengendarai roket
Padahal duduk setia di dalam angkut

Bakul-bakul bimbang keheranan
Orang-orang bingung tak karuan
Bumbu-bumbu linglung tidak sepadan
Gudang-gudang pangling kelabakan
Badan dan istana sontak kepanasan

Si mungil bergurau kelewatan

Tatkala cabai muda senang bergaya
Kami geleng kepala seperti manusia
Tradisi mana yang tengah dibawa:  penuh bangga
Padahal kami tidak berbuat apa-apa

Orang tua dirundung gelisah
Sebab khawatir anaknya salah arah
Rukun warga tampak terkekeh-kekeh
Sebab takut tetangganya sumber fitnah
Pengampu dinas bergegas pasang pasukan ke ujung galah
Sebab tak sudi daerahnya kena masalah

Si mungil jelma rambu peringatan!

Untung si mungil hanya beralih warna
Bilamana dia berubah rupa:
Tak kan dikenali seperti sebelumnya
Karena boleh jadi sekedar menutup luka
Karena mungkin sebatas mengelabui mata
Karena bisa pula terbungkus sesuatu di baliknya
Karena mungkin akan jauh lebih berbahaya

Bilamana dia berubah rasa:
Tak kan dinikmati seperti sedia kala
Sebab pedasnya tak lekat padanya
Sebab lidah telah akrab dengannya
Sebab jemari petani rela menantinya
Sebab pasar tumpah merindukannya

Hai mungil jangan nakal
apalagi bebal
Meski kau pedas
tapi kau tak cukup ganas
Seganas kami yang cepat panas

Maka diamlah di sini
Bersanding serasi dengan kami
Yang terpaku tertegun sepi
Mengharap kau kembali