Karbon Aktif

-->
Karbon aktif adalah karbon yang diolah lebih lanjut pada suhu tinggi sehingga pori-porinya terbuka dan dapat digunakan sebagai adsorben (Pari, 2002).
Karbon aktif dapat berupa serbuk, butiran dan lempengan yang terbuat dari karbon amorph dengan karakteristik dengan luas permukaan per unit volume (Parker, 1993). Karbon aktif mampu mengadsorbsi gas maupun cairan, Untuk mengadsorbsi fasa cair karbon aktif yang digunakan umumnya memiliki daerah pori sekitar 3 nm atau lebih, sedangkan untuk mengadsorbsi fasa gas memiliki diameter lebih kecil dari 3 nm (Kirk, 1983).
Struktur karbon aktif terdiri dari atom karbon yang tersusun paralel dari lapisan heksagonal menyerupai struktur grafit, yang terbentuk pada orbital sp2. Setiap karbon berikatan dengan tiga karbon yang lain dengan ikatan σ, pada orbital pz terdiri dari satu elektron dari delokalisasi ikatan π. Perbedaan ikatan pada permukaan lapisan dihubungkan oleh ikatan vanderwaals (Roque-malherbe, 2007).
Unsur utama bahan dasar pembuatan karbon aktif melalui metode steam gas ini harus mengandung beberapa hal, diantaranya yang paling penting adalah rendahnya kandungan zat volatil, kandungan unsur karbon tinggi, memiliki porositas kecil, dan memiliki kemampuan yang cukup untuk pengikisannya (Jankowska, 1991).
Karbon aktif digunakan sebagai molekul penyaring, pemurnian cairan dan gas, pemurnian dan penjernihan air, proses pembuatan makanan, katalis, penghilangan sulfur dan nitrogen pada industri, pemurnian emas, aktif karbon digunakan pada pabrik sukrosa, glukosa, maltosa, laktosa, minuman ringan, minyak, parafin, phosphor, plastik, gliserol, gelatin, pektin, kafein, kuinin, vitamin C, jus buah, bir dan perusahaan alkohol (Sen, 2005).
Pembuatan karbon aktif dilakukan dengan proses dehidrasi, karbonisasi dan dilanjutkan dengan proses aktivasi material karbon yang biasanya barasal dari tumbuh-tumbuhan. Proses karbonisasi dilakukan dengan pembakaran dari material yang mengandung karbon dan dilakukan tanpa adanya kontak langsung dengan udara (Marsh, 2006). Proses karbonisasi juga dikenal dengan pirolisis yang didefinisikan sebagai suatu tahapan dimana material organik awal ditransformasikan menjadi sebuah material yang semuanya berbentuk karbon (Hugh, 1993). Proses karbonisasi dilanjutkan dengan proses aktivasi dimana proses ini akan mengubah produk atau material karbon menjadi adsorben. Adsorben mempunyai porositas yang tinggi dengan luas permukaan yang besar yaitu 500-1500m2/gr (Parker, 1993).
Tabel 2.2.Syarat mutu karbon aktif (Anonymous, 1989)
No
Uraian
Satuan
Persyaratan




Butiran
Serbuk
1
Bagian yang hilang pada pemanasan 950°C,%
-
Maks.15
Maks.25
2
Air,%
-
Maks.4,4
Maks.15
3
Abu,%
-
Maks.2,5
Maks.10
4
Bagian yang tidak terarang
-
Tidak ternyata
Tidak ternyata
5
Daya serap terhadap I2
mg/g
Min.750
Min.750
6
Karbon aktif murni,%
-
Min.80
Min.65
7
Daya serap terhadap benzen,%
-
Min.25
-
8
Daya serap terhadap biru metilen
ml/g
Min.60
Min.120
9
Kerapatan jenis curah
g/ml
0,45-0,55
0,30-0,35
10
Lolos ukuran mesh 325%
-
-
Min.90
11
Jarak mesh,%
-
90
-
12
Kekerasan,%
-
80
-
2.3 Karbonisasi
Karbonisasi (pengarangan) adalah suatu proses pirolisis (pembakaran) tak sempurna dengan udara terbatas dari bahan yang mengandung karbon. Pada proses ini pembentukan struktur pori dimulai. Tujuan utama dalam proses ini adalah untuk menghasilkan butiran yang mempunyai daya serap dan struktur yang rapi.
Dasar karbonisasi adalah pemanasan. Bahan dasar dipanaskan dengan temperatur yang bervariasi sampai 1300 ºC. Material organik didekomposisi dengan menyisakan karbon dan komponen volatil yang lain diuapkan (Jankowska, 1991).
Sifat-sifat dari hasil karbonisasi ini ditentukan oleh kondisi dari bahan dasarnya. Beberapa parameter yang biasa digunakan untuk menentukan kondisi karbonisasi yang sesuai yaitu temperatur akhir yang dicapai, waktu karbonisasi, laju peningkatan temperatur, medium dari proses karbonisasi (Jankowska, 1991).
Temperatur akhir proses mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap struktur dari butiran. Pada temperatur tinggi akan terjadi berbagai macam reaksi dari bahan mentah, sesuai dengan sifat dari struktur kimianya. Reaktivitas dari hasil karbonisasi yang didapatkan setelah pirolisis pada temperatur 300 ºC lebih rendah dari temperatur 600 ºC dikarenakan penurunan jumlah karbonnya (Jankowska, 1991).
Jika temperatur yang dinaikkan dengan cepat, pembentukan sebagian besar zat volatil terjadi dalam waktu singkat dan hasilnya biasanya terbentuk pori yang berukuran lebih besar. Reaktivitas hasil karbonisasinya lebih besar dari pada hasil yang dipanaskan dengan laju lambat. Dekomposisi termal dari reaksi samping hasil pirolisis juga dipengaruhi oleh medium, jika gas dan uap yang dihasilkan selama pirolisis dipisahkan dengan cepat oleh gas netral maka akan didapatkan hasil karbonisasi yang kecil dengan reaktivitas yang besar (Jankowska, 1991).
Proses fisika dan kimia yang komplek selalu terjadi devolatilisasi atau proses pirolisis, yang mana dimulai pada suhu kurang dari 350 °C dan dipercepat lajunya hingga mencapai 700 °C. Komposisi material akan berkembang sebagai fungsi temperatur, tekanan, dan komposisi gas selama devolatilisasi. Proses pirolisis dimulai sekitar 230 °C, ketika komponen dengan panas yang tidak stabil, seperti lignin pada biomass, dan komponen volatil pada batu bara, akan terlepas dan menguap dengan komponen volatil yang lain. Proses ini dapat diwakili dengan reaksi secara umum berikut ini (Basu, 2006):
Batu bara (atau biomass) + pemanasan Arang + Gas + Uap atau cairan
Produk pada uap cairan terdiri dari tar dan poliaromatik hidrokarbon (PAH). Secara umum produk pirolisis adalah gas seperti H2, CO, CO2, H2O, CH4, tar dan arang.
Pirolisis adalah penguraian bahan-bahan organik pada temperatur tinggi di bawah kondisi non oksidatif. Pendekatan utama dari pirolisis adalah pendaurulangan bahan-bahan yang dapat diuraikan secara termal untuk menghasilkan produk-produk yang bernilai. Pada prosesnya tidak memungkinkan memperoleh oksigen yang benar-benar bebas dari campuran udara lain, karena sejumlah oksigen terdapat dalam beberapa sistem pirolisis, menyebabkan terjadinya peristiwa oksidasi. Reaksi pirolisis dari selulosa ditampilkan berikut ini (Husni, 2008):
(C6H10O5)n 6nC + 5n H2O
2.4 Aktivasi
Aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi (Sembiring, 2003).
Produk dari karbonisasi tidak dapat diaplikasikan sebagai adsorben (karena struktur porosnya tidak berkembang) tanpa adanya tambahan aktivasi. Dasar metode aktivasi terdiri dari perawatan dengan gas pengoksidasi pada temperatur tinggi. Proses aktivasi menghasilkan karbon oksida yang tersebar dalam permukaan karbon karena adanya reaksi antara karbon dengan zat pengoksidasi (Kinoshita, 1988).
Aktivasi karbon aktif dapat dilakukan melalui 2 cara, yakni aktivasi secara kimia dan aktivasi secara fisika (Kinoshita, 1988).
2.4.1 Aktivasi Secara Kimia
Aktivasi kimia merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan pemakian bahan-bahan kimia (Sembiring, 2003). Aktivasi secara kimia biasanya menggunakan bahan-bahan pengaktif seperti garam kalsium klorida (CaCl2), magnesium klorida (MgCl2), seng klorida (ZnCl2), natrium hidroksida (NaOH), natrium karbonat (Na2CO3) dan natrium klorida (NaCl). Sabarudin (1996) melakukan aktivasi kimia terhadap arang tempurung kelapa menggunakan NaCl dengan variasi konsentrasi antara 15%, 20%, 25%, 30%, 35% dan 40%.
Kerugian penggunaan bahan-bahan mineral sebagai pengaktif terletak pada proses pencucian bahan-bahan mineral tersebut kadang-kadang sulit dihilangkan lagi dengan pencucian (Jankowska, et al, 1991) sedangkan keuntungan penggunaan bahan-bahan mineral sebagai pengaktif adalah waktu aktivasi yang relatif pendek, karbon aktif yang dihasilkan lebih banyak dan daya adsorbsi terhadap suatu adsorbat akan lebih baik (Jankowska, et al, 1991).
Bahan-bahan pengaktif tersebut berfungsi untuk mendegradasi atau penghidrasi molekul organik selama proses karbonisasi, membatasi pembentukan tar, membantu dekomposisi senyawa organik pada aktivasi berikutnya, dehidrasi air yang terjebak dalam rongga-rongga karbon, membantu menghilangkan endapan hidrokarbon yang dihasilkan saat proses karbonisasi dan melindungi permukaan karbon sehingga kemungkinan terjadinya oksidasi dapat dikurangi (Manocha, 2003).
Kusuma dan Utomo (1970) menyebutkan bahwa butiran arang tempurung jika direndam dalam larutan NaCl akan mengadsorbsi garam tersebut. Semakin tinggi konsentrasi larutan NaCl maka semakin bertambah banyak mineral yang teradsorpsi sehingga menyebabkan volume pori karbon cenderung bertambah besar karena garam ini dapat berfungsi sebagai dehydrating agent dan membantu menghilangkan endapan hidrokarbon yang dihasilkan pada proses karbonisasi. Penggunaan NaCl sebagai bahan pengaktif memberikan karakteristik adsorpsi methilen blue terbaik (Gimba, Casmir E., dkk, 2009).
2.4.2 Aktivasi Secara Fisika
Aktivasi fisika merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan bantuan panas, uap dan CO2 (Sembiring, 2003). Metode aktivasi secara fisika antara lain dengan menggunakan uap air, gas karbon dioksida, oksigen, dan nitrogen. Gas-gas tersebut berfungsi untuk mengembangkan struktur rongga yang ada pada arang sehingga memperluas permukaannya, menghilangkan konstituen yang mudah menguap dan membuang produksi tar atau hidrokarbon-hidrokarbon pengotor pada arang.
Aktivasi fisika dapat mengubah material yang telah dikarbonisasi dalam sebuah produk yang memiliki luas permukaan yang luar biasa dan struktur pori. Tujuan dari proses ini adalah mempertinggi volume, memperluas diameter pori yang terbentuk selama karbonisasi dan dapat menimbulkan beberapa pori yang baru. Fluidized bed reactor dapat digunakan untuk proes aktivasi fisika. Tipe reaktor ini telah digunakan untuk pembuatan karbon aktif dari batu (Swiatkowski, 1998).
Penggunaan gas nitrogen selama proses aktivasi karena nitrogen merupakan gas yang inert sehingga pembakaran karbon menjadi abu dan oksidasi oleh pamanasan lebih lanjut dapat dikurangi, selain itu dengan aktivasi gas akan mengembangkan struktur rongga yang ada pada arang sehingga memperluas permukaannya (Sugiharto, 1978). Kenaikan temperatur aktivasi pada kisaran 450 °C - 700 °C dapat meningkatkan luas permukaan spesifik dari karbon aktif (Raharjo, 1997).