Papuma Beach

Barisan Pemimpin Masa Depan

"Catatan"

Catatan itu seperti terpahat sendiri pada bahu waktu. Meruang. Meraung. Mengungkap. Menangkap. Menganggap. Mengurai dirinya sendiri. Bagai seorang bayi merangkak. Duduk. Berdiri. Melangkah. Berlari. Berhenti. Catatan itu masih di sini meski berulang kali ada yang hidup dan mati. Sampai nanti....

"Kantung Hujan"

Ternyata ada kantung hujan di bawah rindang matamu. Sepertinya cukup tuk mengguyur kemarau di hatimu. Pun dapat menghanyutkan gemerlap taburan bunga di wajahmu. Kantung hujan masih mengandung dan menggantung. Menunggu ka...

"Malam-malam"

Malam ini tak seperti malam sebelumnya. Begitu cerah, begitu pasrah. Malam ini tak serupa malam sebelumnya. Begitu tenang, begitu menang. Malam ini tak senada malam sebelumnya. Begitu buas, begitu waswas. Malam ini tak setara malam sebelumnya. Begitu halus, begitu mulus. Malam ini tak setingkat malam sebelumnya. Begitu cepat, begitu singkat. Malam ini tak selevel malam sebelumnya. Begitu sintal, begitu kental Malam ini bermalam pada kamar itu yang siap-siap mengantarnya bercumbu menjadi sa...

"Teror"

Teror mendekor ketakutan. Menelurkan cemas. Menetaskan ganas. Menumbuhkan panas. Diam-diam. Pelan-pelan. Ia terlahir laksana bayi benalu yang lupa siapa ibu dan ayahnya. Ia dibesarkan oleh pengasuh,    yang hanya kenal dirinya    yang hanya kenal bajunya    yang hanya kenal mainannya    yang hanya kenal sudut kamarnya    yang hanya kenal nganga rumahya. Sehingga ia hanya mirip dengannya. Orang di luar sana terlihat aneh baginya, bahkan tak senada butir-butir yang dipangku kepalanya. Ia buang herannya...

"Langit Malam"

Awan-awan di langit malamku berselimut kabut, abu-abu. Meskipun begitu, masih tak semeriah hamparan biru di langit gundahku....

"Aku dan Rela"

Aku rela ditelan rindu. Asal kau ada di situ. Aku rela dihantam pelukan. Asal kau jauh dari kecurigaan dan kebencian. Aku rela diusung nasib. Asal kau belum raib. Aku rela dihunjam hasrat. Asal kau peluk dalam nikmat. Aku rela dijerat ragu. Asal kau genggam erat aku. Aku rela dicumbu candu. Asal kau tiadakan aku. Asal kau tahu. Aku sedang yakinkan diriku. Bahwa kau selalu tahu. ...

"Tanda Baca"

Aku merentangkan kalian sampai titik tertentu. Supaya mudah terbaca. Supaya bisa mengenal rindu, sebab tanpaku, kalian hanyalah satu yakni barisan bertumpu. Aku seperti pembeda, karena sejatinya tersusun dari anasir yang tidak sama. Hadirku bukan untuk meniadakan, bukan pula untuk mengaburkan. Namun sebagai pelita bagi kegelapan. Aku adalah belantara tanda;   yang dapat kauungkap   yang dapat kautangkap   yang dapat kauanggap. Asalkan dirimu selalu terbuka mendarasnya sepenuh yang kaupunya. Sebagian kita menepuk dada di atas mimbar...

"Ah"

Ah, apa yang keluar dari diriku adalah dunia kosong sedang, dunia yang bebas dariku adalah wujud dunia hampa. Di luar daripada keduanya adalah dunia yang menyatu di luar batasku. dan, sela antara keduanya adalah dunia yang sama sekali tak kujangkau Ah ...

"Baju Baru"

Esok aku akan mengembara ke bilik-bilik dadamu sebelum meliuk-liuk mengikuti lekuk tubuhmu yang telah layu ditinggal pergi oleh sejumlah tamu. Tepat di tanggal itu kuharap umurmu belum tanggal sebab akan kubawakan baju baru buat menutupi nganga masa lalu di sekujur tubuhm...

"Ingat?"

Kekasih, bukankah selalu ada Aku dalam pengakuan? bukankah selalu ada Anda dalam pandang? bukankah selalu ada Dia dalam diam? Lalu, kenapa kau meluapkan kealpaan? Lalu, kenapa mereka menapikan ketiadaan? Lalu, kenapa kita melupakan kehadiran? Bukankah ... Lalu ... Berlalu ... Ingat ....

"Kendali"

Barangkali suara yang sampai padamu kala itu hanya kauanggap angin lalu. Sebab kau lebih memilih api meski kelak pasti membakar tuannya sendiri. Padahal akan jauh lebih berseri, jauh lebih syahdu. Menangkap isyarat sanubari, yang sungguh mampu mengungkap berjuta-juta misteri. Tapi, pilihanmu mesti kuhargai, mesti kupayungi. Karena kau jauh lebih mengerti betapa rawannya lepas kendali, betapa gawatnya mati tanpa arti....

"Pahitmu: Aku"

Mari seduh duniamu, racik di ceruk batinmu; tuangkan pelan-pelan kristal jiwamu, tambahkan bubuk nalurimu, lumuri dengan sebagian samudera sukmamu. Lalu, hirup dalam-dalam dengan karsamu. Cecap dengan ujung karyamu. Teguk hingga ke dalam palungmu. Akhirnya, pekatmu adalah satu, hitammu adalah rindu, dan, pahitmu adalah ak...

"Sandaran"

Entah kenapa kau tiba-tiba ingin bersandar pada senja yang muncul sekejap mata Padahal bahuku terus terbuka untuk kausinggahi kapan saja Bukannya aku cemburu, kekasih Tapi nadiku berdegup malu-malu menunggu kaucumbu karena sudah tak terhitung berapa kali siang-petang muncul-tenggelam berulang-ulang Asal kautahu bahuku seperti dulu meski tahu akhirnya layu...

"Mata, Tuan dan Puan"

Ada tuan-tuan bermain mata Ada mata-mata bermain tuan Ada puan memindah tuan Ada tuan mengindah puan Mataku hilang tuanku datang Tuanku pulang mataku hilang Tuanku garang memata-mataiku Mataku girang menuan-nuankanku Tuan menjadi teman mataku Mata menjadi teman tuanku Mata tuan merubah temanku Teman tuan menabuh mataku Namun tanpa mereka mata-mata kekurangan mata tuan-tuan kehilangan tuan puan-puan kepunahan puan Sedang dari sini, mereka adalah seri titik-titik seperti rasi...

"Jangkrik"

Suaramu kala itu tak semerdu nyanyian jangkrik di balik panggung sunyi yang pernah membasuh keruhku kembali murni Tapi, suaramu tetap lah bunyi yang pernah mendiami gendangku yang sewaktu-waktu dapat kuulangi terlebih lagi ketika ganjil dan san...

"Nasib Viral"

Nasib di antara dua dunia. Belakangan, si viral mendulang tenar. Gaungnya hendak melangkahi semar. Walaupun terdengar samar-samar, namun berlapis-lapis pula yang gemar. Aneh. Tapi lumrah. Hampir setiap saat, Ia melompat secepat kilat jungkir balik bolak-balik. Lagi dan lagi. Seakan dunia kian menyempit. Seakan tuannya turut terbalik. Berlabuh jauh. Teramat jauh. Menatap diri. Ia pun terheran-heran. Padahal ia tak pernah turun tangan apalagi memainkan peran. Tetapi namanya terus terombang-ambing dalam ingatan. Bagaikan perahu di tengah tarian...