"Gumam Anak Jalanan"


Dimalam yang mencekam terdengar bisikan penuh canda tawa dari balik pintu.Disisi lain tubuh ini terekam suara2 tentang ide dan gagasan para pengabdi negeri ini. Tak terasa waktu yang terus berjalan mengejar sisa-sisa detak jantung ini, seakan tak mengampuni hamba yang awam. Di sudut pojok diatas pelataran ada seniman mengukir tinta penuh makna sembari mencetuskan bahasa kesal dan tak berdaya melawan masa. Nyanyian alam mulai menepis keheningan malam menandakan sang fajar menuju garis bumi pertiwi. Pejuang negeri terbring di atas rebahan menjelajahi dunia ilusi yang menyejukkan tlang rusuk dan sukmanya. Teriakan menggema menagih koin berharga untuk perjuangan para pengemis ilmu. Angin malam semakin meracuni tubuh lemah agar berenang mengikuti jejak pendahulunya.Tersirat dalam pikirannya untuk mencoba melepas baju kenangan kusut penuh noda dan nista, namun tiada daya untuk membalik tangannya tidak mampu dilakukannya. Sang Penjaga malam bertanya: "Jam berapakah sang surya mengunjungi bmi pertiwi dengan senyumannya?", Pengukir tinta menjawab dengan lantang bahwa tiada masa yang mampu menyembunyikan kehangatannya sejak sang jengger merah mengepakkan sayap dan berteriak dengan suara merdunya hingga dewi rembulan menghujani dengan cahaya lembutnya. Suara kijang jepang mendengung diseberang jalan menunjukkan keangkuhan negeri penjajah kepada negeri kaya tak berkuasa. Semuanya tak ada yang peduli dan seolah-olah tak mau mengerti akan penderitaan negeri yang subur ini. Lentingan halus suara pribumi menjadi nyanyian pengantar tidur pemilik kursi goyang dan topeng berkerah putih yang selalu bermain dengan licin dan salam telapak tangan berisi yang mampu menyulap segalanya. Salam hangat bagi pengikutnya dan salam sengsara yang menggugatnya. Itulah JARGON yang TERTULIS RAPI di ZAMRUD KHATULISTIWA.