Papuma Beach

Barisan Pemimpin Masa Depan

HIMASKA "Helium"

Khotmil Qur'an dan Tumpengan

Kelas A 2008

Jalan-jalan ke Candi Badut+makan bareng

Perpisahan Kelas

Foto bareng di depan Fakultas Saintek

Kelas B-4 PKPBA

Kuliah PKPBA di depan Rektorat

Keluarga Besar Heler

Mandi Bareng di Penumpasan

Muktadi Amri Assiddiqi

Narsis Rumah Jorogrand

Pramusta Bapewil IV Ikahimki

Upgreding Bapewil IV Ikahimki di Pantai Papuma

"Aduhai Kekasih"

Aduhai kekasih
Sepertinya letih, tersenyumlah
Biarlah bibir merahmu merekah
Tak usah resah berkeluh kesah

Aduhai kekasih
Sepertinya gerah, tertawalah
Lepaslah geram yang bercongkol di dalam
Tak usah bimbang kalau suara sumbang datang

Aduhai kekasih
Sepertinya susah, sabarlah
Sematkan diri lalu jalani yang telah diyakini
Tak perlu ragu andai cukup mampu
lalu lalang rintang yang menghadang pasti berlalu
Seperti perjalanan waktu

Aduhai kekasih
Sepertinya gelisah, tenanglah
Peluklah tonggak yang berdiri tegak dengan erat-erat
Tak perlu jengah apalagi berkilah
Dia menusukmu saat lengah
Pastikan kau tak kalah

Hai kau yang sedang di sana
Aku memanggilmu
Dengan suara yang mengetuk telingamu
Dengan simbol yang tersebar di sekitarmu
Dengan gerak yang menyertai keberadaanmu
Dengan bahasa yang menjalin interaksimu
Dengan konvensi yang melingkupi posisimu
Dengan sistem yang mengatur polamu
semuanya hanya untukmu

Aduhai kekasih
Kemarilah!

"Pil Pemilu"

Jungkir balik jejal pendapat
Turun ke bawah menjaring rakyat
Mulai dari Atraksi magic seperti akrobat
Orasi panggung yang memikat
Wacana manis penebus niat
Manuver kocak ala capung nekat
Amplop wasiat bagi saku terdekat
Jabat berjabat tangan pejabat
Safari momental di kala sempat
Kendati lupa setelah dilihat

Sorak sorai tumpah di jalanan
Lambaian tangan di atas bangunan
Di pohon-pohon berjejeran bagai selebaran
Di tiang-tiang melawan ancaman
Di halaman bahkan lapangan Teriak kegirangan
Dari kejauhan hanya terlihat tangan-tangan yang dicalonkan
Simpatisan rebutan sikut kiri kanan
Injak menginjak tiada terelakkan

Kediaman suksesi tak mau diam menanti juara
Langkah strategis dirangkai sedemikian rupa
Pasukan disebar ke lumbung suara
Sedang Layar kaca sibuk mengudara
Berita-berita seakan medan laga
Rakyat merasa sepertinya itu-itu saja
Tanggapannya beraneka rupa
Ada yang pesimis seolah tak percaya
Ada yang ketus berujar "ini hanya tipu daya, Saya juga bisa melakukannya"
Ada yang ceria jagoannya masuk bursa
Ada yang pasrah sebab pesta demokrasi semakin gila
Ada yang merasa seolah tidak terjadi apa-apa
Ada yang yakin jika saatnya tiba pasti berubah juga

Sang calon pun datang
Bagai tokoh utama di suatu wayang
Rakyat tenang sejenak kemudian hilang
Seperti meneguk pil penenang
Sekarang tenang eh besoknya datang

Di sudut kota tampak bekas coretan pahlawan dulu kala
Entah apa yang tertulis di sana
Tulisannya samar-samar ditelan masa
Di perbatasan desa terdengar asa warga
Di tengah belantara tersiar balada rimba
Di sepanjang pantai, perahu nelayan bersandar pada negara

Pil pemilu kami menunggumu
Aksi nyata dari bait-bait janjimu
Janji yang telah melayang di antara kita

Kini kau telah jadi
Jangan sampai menjadi-jadi
Mengobar api di negeri sendiri
Menjual negeri untuk diri sendiri
Mencekik kami untuk sanak famili
Memperkosa ibu pertiwi demi nafsu sendiri

Kini kau telah di sana
Jangan pernah berpura-pura
Sekarang bersumpah setia
kemudian hari lupa
Tanpa sisa

"Kurban yang Tergadaikan"

Detik-detik menjelang 'Idul Adha
Sebagian menghadap ilahi
Menunaikan ibadah haji
Setelah sekian lama menanti
Sebab menunggu nomor antri
Yang lain menghamba lewat puasa
Sedekah dan kurban ditunaikan bagi sesama
Karena tidak semua bernasib sama

Hari raya kurban sebentar lagi
Orang-orang sibuk menyiapkan diri
Hewan sembelihan siap didandani
Mereka cantik seperti putri
Sehat dan Gemuk bagai atlet berisi
Meski leher berjumpa belati
Dia masih memasrahkan diri

Kulit Daging dan tulang dibagi-bagi
Hingga tak satu pun yang terlewati
Walau ada pula yang iri hati
Bahkan sakit hati
Tapi yang berbesar hati
Bahagia berhari-hari

Kurban memang untuk berbagi
Bukan malah menyakiti
Apalagi pamer diri

Kurban tidak hanya soal hewan
Akan tetapi sebuah pengorbanan
Ujian kesabaran dan ketabahan
Bahkan penghambaan di hadapan Tuhan

"Papan Nama"

Oh pejuang
Aku tidak kunjung paham
Kenapa orang berjuang dan bertahan
Padahal nyawa dipertaruhkan
Tak sedikit yang hilang
Berjarak dengan ruang setelah dibuang
Bahkan ada yang mati
Dilahap api
Disayat belati
Ditelan racun
Dipenggal jagal
Ditimbun tanah
Entah apa lagi

Namun jangan khawatir
kau tak kan terlupakan
Suara lantangmu terbang di udara
Memekik telinga mendobrak dada
Merawat ingatan yang pura-pura lupa
Melawan lupa yang sadarnya tak lama

Wahai pejuang
Sedikit lancang ku sampaikan
Nisan baktimu tak akan lekang
Meski tulisannya hilang
Karena kau masih ada
Hidup di balik kekejaman yang diabaikan
Di tengah ketakutan yang ditangguhkan
Di antara kebohongan yang disembunyikan

"Nyanyian Seorang Tahanan"

Kini ku hanya bisa diam
Dengan mata tertutup
Mulut dikunci rapat
Tangan di ikat erat
Hanya terdengar suara bisikan
Langkah yang agak berat
Lalu ku digiring entah kemana
Sampai akhirnya menjelma
di tengah ruang minim cahaya

Semua tampak gelap
Baunya pengap
Tanpa tikar
Tanpa hiasan
Tanpa perabotan

Rupanya Ku di buang dari tatapan
Beranjak ke ruang ratapan
Hujatan tiada terlewatkan
Ancaman tiada ketinggalan
Peluru datang bagai sengatan
Ditendang ditekan santapan harian
Dilecehkan diabaikan menu tambahan
Terkadang berjumpa penyesalan

Hari berganti hari
Ukiran dinding penghitung hari
Berjalan tanpa disadari
Bertahan dari gelombang takut
Senandung Batin yang karut marut
Cemas yang kian larut
Ketika suara sumbang menjemput
Rasanya urat ku dicabut
Tercerabut lalu hanyut

Sepanjang cerita ku lukis semesta
Darah luka sebagai tintanya
Tulang belulang tiang kuasnya
Tubuh ringkihku lembar medianya
Sampai akhirnya
Angan-angan yang terdalam bersuara
Hanya ini yang ku wariskan
Nyanyian klasik yang mengusik

Walau Tak terbayang olehku
Waktu kan mengingatku
Ataukah lantas melupakanku

Biarlah
Ku serahkan semua
Hingga ada jawabannya

"Lempar Batu Sembunyi Tangan"

Berulang kali kau bilang aku kepala batu
Sedang batu belum tentu mau
Batu diam tidak mau tahu
Batu kan tidak punya nafsu
Kalau dipikir-pikir kitalah yang membatu

Ah sudahlah
Kau seperti melempar batu sembunyi tangan
Ambil buang kemudian cuci tangan
Takut disalahkan
Maunya selalu dibenarkan
Khawatir dijerumuskan
Padahal mau diluruskan

Ya sudahlah
Aku seperti ngotot bela diri
Padahal belum tahu pasti
Mungkin percaya diri terlalu dini
Berlagak orang paling suci
Ha...ha..ha..
Kalau tidak begini
Aku tidak akan punya jati diri
Ya biar tampak punya harga diri

Bicara kanan kena kiri
sentil samping sisi lain miring
Sentuh atas yang bawah panas
Tekan bawah bagian atas gerah
Tunjuk depan yang belakang rentan
Teriak ke pojok yang tengah terpojok
Sebut tengah yang pojok jadi lengah

Ya Biarlah
Memang seperti itu
Nanti juga akan kembali